Denpasar (ANTARA News) - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Regional 8 Bali dan Nusa Tenggara mensosialisasikan penyederhanaan aturan terkait "fit and proper test" atau penilaian kepatutan dan kelayakan pengurus baru Bank Perkreditan Rakyat (BPR).
"Aturan ini efektif berlaku mulai 1 Agustus 2016," kata Direktur Pengawasan Lembaga Jasa Keuangan OJK Regional 8 Bali dan Nusa Tenggara, Nasirwan ditemui usai pembukaan sosialisasi ketentuan penilaian kemampuan dan kepatutan di Sanur Denpasar, Senin.
Menurut dia, aturan yang lebih sederhana untuk menjaring pengurus baru BPR itu dimuat dalam Peraturan OJK Nomor 27/POJK.03/2016.
Dia menjelaskan bahwa dalam aturan itu, pengurus baru BPR yang merupakan pihak utama di antaranya seperti direksi dan komisaris, tidak lagi menempuh wawancara formal dan tes tertulis.
Penilaian sendiri dilakukan oleh lembaga jasa keuangan tersebut atau "self assessment" sehingga pihak bank memiliki tanggung jawab atas keberlangsungan lembaga jasa keuangan itu.
"OJK sudah melakukan penilaian kemampuan orang itu (calon) atas dasar CV, nanti kami lihat sistem pengawasannya, ada tidak penyimpangan dari calon itu. Namun kami juga bisa mengundang calon itu jika dinilai perlu," ucapnya.
Dalam peraturan itu juga mengatur bahwa seluruh lembaga keuangan memiliki acuan yang sama dalam penilaian kemampuan dan kepatutan sehingga dapat menghindari terjadinya arbitrase regulator dan inkonsistensi dalam pelaksanaan "fit and proper test" di lembaga yang diatur dan diawasi OJK.
"Dengan demikian tidak ada lagi sebutan penilaian kemampuan dan kepatutan khusus perbankan atau khusus asuransi dan sebagainya," ucapnya.
Sementara itu Ketua Perhimpunan BPR (Perbarindo) Ketut Wiratjana menyatakan bahwa tanggung jawab yang besar ada di tangan lembaga jasa keuangan dengan diberikannya kewenangan kepada lembaga terkait untuk melakukan "self assessment" dalam menjaring pengurus BPR.
"Self assessment itu malah kami bertanggungjawab sekali, sekarang tambah lebih sulit lagi dan itu harus dipertanggungjawabkan oleh lembaga masing-masing dan kami harus benar-benar perbaiki manajemen," katanya.
Dalam kesempatan itu OJK menyosialisasikan Peraturan Nomor 13/POJK.03/2015 untuk meningkatkan pemahaman BPR terhadap penerapan komponen manajemen risiko.
Peraturan itu dibuat dengan mempertimbangkan perbedaan ukuran dan kompleksitas usaha seluruh BPR sehingga risiko yang diterapkan tidak sama antara BPR ukuran kecil dan besar.
Terdapat tiga garis besar risiko yang diterapkan oleh seluruh BPR yaitu risiko kredit, operasional dan kepatuhan.
Selanjutnya BPR dengan ukuran dan kompleksitas yang lebih tinggi wajib menerapkan risiko lain yaitu likuiditas, strategis dan reputasi sesuai dengan jumlah modal inti.
Pewarta: Dewa Wiguna
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2016