Jakarta (ANTARA News) - Penasehat hukum PT Garuda Indonesia, M. Assegaf, menilai Polri telah bertindak gegabah dengan menetapkan dua tersangka dalam kasus kematian aktivis Hak Asasi Manusia (HAM), Munir. "Orang berharap tersangka baru itu bukan dari PT Garuda tapi kok tiba-tiba Indra dan Ramelgia dimunculkan dalam kasus ini," katanya lewat telepon kepada sejumlah wartawan di Mabes Polri, Jakarta, Rabu. Ia mengatakan, penetapan dua tersangka baru itu dilakukan karena Polri mendapatkan tekanan yang sangat kuat untuk segera menyelesaikan kasus Munir. Sebelumnya, Kapolri, Jenderal Pol Sutanto, menyatakan bahwa pihaknya telah menetapkan dua tersangka kasus kematian Munir yakni IS dan R yang merupakan orang PT Garuda. Kedua inisial yang dimaksud itu adalah Indra Setiawan (mantan Dirut Garuda) dan Ramelgia Anwar (Vice Presiden Security PT Garuda). Namun, Assegaf mengaku tidak dapat memastikan apakah keduanya dijadikan tersangka kasus kematian Munir atau kasus surat palsu. "Dulu mereka berdua memang pernah diperiksa dalam perkara Pollycarpus," katanya. Ia menyatakan, Polri tidak dapat menjerat keduanya sebagai tersangka kematian Munir dan surat palsu. Dikatakannya, dalam kematian Munir, Kapolri menyatakan bahwa Munir meninggal di Singapura sehingga tidak ada hubungannya dengan kedua tersangka itu. Sedangkan, ia menegaskan, terkait surat palsu juga tidak mungkin sebab keduanya menyebutkan bahwa surat itu sah. Munir ditemukan tewas di atas pesawat Garuda nomor penerbangan GA 974, Senin, 7 September 2004 yang terbang dari Jakarta menuju Amsterdam. Hasil otopsi ahli forensik Belanda pada 13 Oktober 2004 menyebutkan, Munir meninggal karena dalam lambungnya terdapat racun arsenik dalam jumlah besar. Mabes Polri yang menyidik kasus ini menetapkan Pollycarpus Budi Haripriyanto sebagai tersangka karena diduga memasukkan arsenik ke dalam jus jeruk yang diminum Munir. Polly adalah pilot pesawat Garuda yang ikut terbang bersama Munir, 7 September 2004, namun ia terbang sebagai penumpang dengan berbekal sebuah surat tugas. Polly yang sempat duduk bersebelahan dengan Munir dituduh menaruh racun ke dalam jus jeruk yang dipesan Munir di dalam pantry pesawat. Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan Pengadilan Tinggi Jakarta memvonis Polly 14 tahun penjara, namun Mahkamah Agung membebaskan Polly dari dakwaan membunuh Munir. MA hanya memvonis Polly dua tahun penjara karena menggunakan surat tugas palsu saat terbang ke Singapura. Kini, Polly telah bebas dari penjara karena mendapat remisi tiga bulan. Polri juga menetapkan tiga kru Garuda sebagai tersangka yakni Ramelgia Anwar (Vice Presiden Security PT Garuda), Oedi Irianto (pramugara), Yeti Susmiarti (pramugari) namun berkasnya masih mengendap di Mabes Polri. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007