Jakarta (ANTARA News) - Inu Kencana, dosen IPDN yang dengan lantang membongkar kekerasan di kampusnya, layak untuk mendapatkan perlindungan sebagai saksi dari aparat penegak hukum, karena dia sudah mendapat teror dan ancaman fisik. "Sebagaimana diatur dalam UU Perlindungan Saksi dan Korban, Inu layak dilindungi secara hukum," kata Wakil Ketua Komisi III DPR, Al Muzzamil Yusuf, di Jakarta, Rabu, menanggapi kasus meninggalnya praja IPDN Cliff Muntu akibat tindak kekerasan yang dilakukan para seniornya Senin lalu di kampus IPDN Jatinangor, Sumedang, Jabar. Perlindungan saksi ini harus diberikan, lanjut dia, agar pengungkapan kasus ini dapat dilakukan segera dan terpadu sesuai instruksi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Al Muzzamil menerangkan bahwa budaya kekerasan massal itu hampir bisa dipastikan diketahui oleh para pejabat IPDN, karena dilakukan di siang dan malam hari, bahkan lokasinya juga di lapangan terbuka. "Maka mereka (para pejabat IPDN) pun harus bertanggung jawab," katanya. Untuk itu, katanya, para pejabat IPDN juga harus diproses secara pidana dan juga secara hukum administrasi negara. Sanksi administrasi kepada mereka itu dilakukan oleh Presiden ataupun Menteri Dalam Negeri ad interim Widodo AS adalah dengan memecat Rektor Nyoman Sumaryadi yang dinilai telah melakukan pembiaran kekerasan massal terjadi, sehingga mengakibatkan hilangnya nyawa manusia. Sementara itu, anggota Dewan Perwakilan Daerah dari Provinsi Sulawesi Tengah, Ichsan Loulembah mengemukakan harus ada pemeriksaan kesehatan menyeluruh untuk memastikan semua atau sebagian besar praja IPDN saat ini benar-benar tidak teraniaya. "Karena itu, usulan para orang tua, terutama dari Indonesia Timur, agar ada rontgen massal, menurut saya perlu, untuk memastikan hal-hal yang tidak diinginkan muncul di kemudian hari," katanya. Ichsan yang menjabat Sekretaris Kelompok Dewan Perwakilan Daerah (DPD) di Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) mengatakan hal ini menanggapi enam langkah pemerintah mengatasi kemelut kekerasan di Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) Jatinangor Sumedang, termasuk penundaan satu tahun penerimaan praja baru. Sebelumnya, dalam suatu wawancara terpisah, aktivis HAM, Hendardi, menilai Presiden Yudhoyono tidak cukup sekedar menunda penerimaan praja, tetapi IPDN harus ditutup. "Apalagi sudah puluhan tahun jadi ajang kriminalitas dan premanisme," ujarnya. (*)
Copyright © ANTARA 2007