Jakarta (ANTARA Newsd) - Pada saat pemerintah Indonesia sedang gencar melaksanakan program amnesti pajak, tersiar kabar bahwa negara jiran Singapura "mengganggu" kelancaran program tersebut.

Perbankan Singapura dikabarkan akan melaporkan WNI yang menyatakan ikut dalam program amnesti pajak sesuai ketentuan Financial Action Task Force (FARF), lembaga internasional yang dibentuk untuk mencegah pencucian uang antarnegara, mengenai pelaporan transaksi yang mencurigakan (suspicious transaction report).

Indonesia langsung bereaksi mengingat ancaman "gangguan" itu bisa makin memperberat upaya meningkatkan penerimaan pajak serta basis pajak yang sedang dilakukan.

Melalui program itu, diperkirakan akan diperoleh dana Rp4.000 triliun berupa deklarasi pajak, repatriasi Rp1.000 triliun serta dana tebusan Rp165 triliun.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati langsung berkoordinasi dengan Deputi Perdana Menteri (PM) Singapura, Tarman Shanmugaratnam.

Hasilnya, Menkeu menyatakan ia mendapat kepastian bahwa Monetary Authority of Singapore (MAS) sebagai otoritas jasa keuangan di Singapura telah mengimbau bank untuk mendorong nasabah kaya WNI agar memanfaatkan kesempatan yang diberikan untuk memperbaiki urusan kewajiban perpajakan.

"Mereka menyatakan dengan tegas, bank-bank tersebut diminta untuk memfasilitasi para pemilik rekening high wealth individual Indonesia yang menyimpan dana di Singapura, untuk tidak diberikan kendala atau dihalang-halangi, bahkan harus difasilitasi agar mampu mengikuti program amnesti pajak," katanya.

Namun, Menkeu mengakui bank di Singapura diharuskan melaporkan transaksi yang mencurigakan (suspicious transaction report) sesuai ketentuan FATF, terutama yang menyangkut dugaan pencucian uang dan pembiayaan terhadap kegiatan terorisme.

Sejak awal

Ketika RUU Pengampunan Pajak dijadwalkan akan dibahas di DPR, bahkan ketika sedang dibahas oleh DPR dan pemerintah, telah berkembang kabar adanya upaya pihak asing yang tidak menginginkan RUU itu lolos menjadi Undang-undang (UU).

Pihak asing yang disebut-sebut sebagai negara save haven itu kabarnya berupaya melakukan lobi politik serta memanfaatkan sejumlah kalangan agar dana WNI di negara itu tidak "terbang" ke Indonesia.

Namun, pemerintah dan DPR bergeming. Pembahasan berlanjut hingga akhirnya menelorkan UU Nomor 11 Tahun 2016 Tentang Pengampunan Pajak yang mulai berlaku sejak 1 Juli 2016.

Singapura kemudian kembali disebut-sebut "mengganggu" karena tidak rela melepaskan dana WNI yang disimpan di perbankan negaranya mengingat jumlahnya yang sangat besar, yang dikhawatirkan dapat mengganggu perekonomian negara kota tersebut.

Negara itu dikabarkan menawarkan sejumlah fasilitas agar WNI tidak tertarik mengikuti amnesti pajak, seperti tawaran izin tinggal permanen dan membayarkan tarif uang tebusan atas harta yang ingin dideklarasikan.

UU menetapkan bahwa periode tiga bulan pertama sejak Juli, tarif uang tebusan atas harga deklarasi luar negeri sebesar empat persen.

Singapura disebut-sebut tidak rela melepaskan dana WNI yang disimpan di perbankan negaranya mengingat jumlahnya yang sangat besar, yang dikhawatirkan dapat mengganggu perekonomian negara kota tersebut.

Kekayaan WNI yang berada di negeri jiran itu diperkirakan mencapai 200 miliar dolar AS atau sekitar Rp2.600 triliun, 80 persen dari total harta kekayaan WNI di luar negeri. Dari Rp2.600 triliun itu, sekitar Rp650 triliun dalam bentuk non-investable assets seperti properti.

Otoritas Singapura telah membantah kabar itu semua, Negeri jiran itu mengatakan pihaknya tidak pernah mengeluarkan kebijakan yang dinilai "mengganggu" program amnesti pajak.

Tindakan Legal

Menkeu Sri Mulyani mengatakan para wajib pajak (WP) di Singapura tidak boleh memiliki kekhawatiran apabila ingin mengikuti program amnesti pajak karena kegiatan ini bukan merupakan perbuatan ilegal.

"Ini adalah tindakan yang legal dan dilindungi oleh Undang-Undang di Indonesia," katanya,

Menkeu mengharapkan WP yang mempunyai aset di Singapura tidak lagi memiliki keraguan atas hukuman pencucian uang, karena program amnesti pajak telah dilindungi oleh peraturan hukum yang berlaku.

"Kalau ada pengusaha maupun masyarakat yang beralasan takut, menurut saya, itu adalah alasan yang tidak benar. Ikutilah amnesti pajak dengan baik, deklarasikan harta anda dan membayar tebusan," katanya.

Menkeu menegaskan pemerintah Indonesia terus melaksanakan koordinasi dan kerja sama dengan otoritas negara lain untuk menutup seluruh kemungkinan WP menggunakan berbagai alasan untuk tidak mengikuti program amnesti pajak.

"Kalau mereka mempunyai halangan, silakan sampaikan kepada saya, saya akan datangi pemerintah tersebut dan kita akan bicara. Saya akan memberikan jaminan anda tidak akan dianggap melakukan tindakan ilegal, kecuali memang orang yang bersangkutan adalah kriminal," katanya.

Berkaitan dengan kemudahan pelaksanaan amnesti pajak, Kementerian Keuangan juga menyempurnakan sejumlah peraturan terkait dengan repatriasi dan pengaturan gateway dalam kerangka Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak.

Sementara itu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memanggil tiga bank yang berafiliasi di Singapura untuk meminta klarifikasi mengenai dilaporkannya WNI yang mengikuti amnesti pajak ke kepolisian setempat. Ketiga bank itu adalah Bank OCBC NISP, UOB dan DBS Indonesia.

Menurut Deputi Komisioner Pengawas Perbankan III OJK Irwan Lubis, ketiga bank itu menjelaskan bahwa kantor induk di Singapura memang melakukan pelaporan kepada kepolisian soal nasabah yang mengikuti amnesti pajak, sesuai standar FATF.

Namun, kepolisian Singapura bidang Ekonomi (Singapores Commercial Affairs Departemen/CAD) tidak menindaklanjuti laporan tersebut, sehingga nasabah WNI dapat terus melakukan transaksi.

Irwan mengatakan ketiga perbankan tersebut dan juga induknya tetap mendukung program amnesti pajak, bahkan mereka melakukan asistensi dan sosialisi mengenai program ini.

Konglomerat

Di tengah "gangguan" itu, sejumlah konglomerat Indonesia memanfaatkan periode Juli-September 2016 untuk mendaftar sebagai peserta program dengan melakukan deklarasi dan repatriasi pajak.

Konglomerat yang merupakan WP besar itu antara lain Sofjan Wanandi, James T Riady, Hutomo Mandala Putra atau Tommy Soeharto, Garibaldy Thohir, Erick Thohir dan Murdaya Poo.

Tommy mengimbau masyarakat agar turut mendukung program amnesti pajak karena dapat meningkatkan ekonomi nasional.

Anak bungsu mantan Presiden ke-2 RI itu mengatakan bahwa proses laporan dana repatriasi dalam program amnesti pajak berjalan lancar. Ia mengaku merasa lega setelah melakukan pelaporan itu.

Garibaldi, atau yang akrab disapa Boy, juga mengaku proses untuk ambil bagian dalam amnesti pajak cukup sederhana dan pengisian formulirnya mudah.

"Tinggal sekarang willingness-nya saja. Penerimaan sangat baik karena mungkin teman-teman dari pajak mengetahui bahwa kita mitra pemerintah dalam pembangunan ke depan," ujar Boy yang masuk di peringkat 42 dalam daftar orang terkaya Indonesia versi Forbes pada 2015 dengan kekayaan 605 juta dolar AS.

Ada pun Murdaya Poo mengimbau seluruh pengusaha khususnya etnis Tionghoa untuk ambil bagian.

"Kebetulan kami masyarakat Tionghoa banyak pengusaha, mungkin dulu pernah tidak bayar pajak, jadi kita pakai kesempatan ini," katanya.

Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia juga mengeluarkan edaran kepada anggota, asosiasi, dan pengusaha untuk mengikuti program amnesti pajak.

Melalui surat yang dikirim hingga ke daerah itu, diharapkan bisa meningkatkan pembayaran tebusan dan pernyataan harga secara signifikan.

Sementara itu, Ditjen Pajak terus melakukan pendekatan kepada WP besar untuk bersedia mengikuti program itu sebagai wujud pelaksanaan kewajiban perpajakan secara benar.

Dirjen Pajak Ken Dwijugiasteadi mengungkapkan bahwa ia yakin masih banyak WP besar yang berniat mengikuti program yang diperlukan untuk melaksanakan pembangunan nasional itu.

Oleh Ahmad Buchori
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2016