"Ada 15 DAS mayoritas terletak di Pulau Jawa, termasuk Bengawan Solo dan Cimanuk Garut sudah menjadi perhatian pemerintah untuk upaya pengembalian, untuk mencegah terjadi bencana," kata Murdiyono yang juga Sekretaris Direktorat Pengendalian DAS dan Hutan Lindung Kementerian Lingkungan Hidup itu, di sela Seminar Nasional "Peran Pengolahan DAS untuk Mendukung Ketahaan Air", di Solo, Kamis.
Menurut dia, banjir bandang di Cimanuk Garut akibat tingginya curah hujan dalam waktu singkat. Di Garut rata-rata curah hujan 100 milimeter, tetapi sebelum bencana tinggi curah hujan mencapai 255 milimeter.
Selain itu, kata Murdiyono, tutupan lahan di daerah tangkapan cukup rendah dan pola pemanfaatan lahan yang perlu diluruskan, yakni kawasan hutan lindung yang tidak dimanfaatkan untuk perlindungan atau resapan air.
Ia mengatakan ketika terjadi curah hujan normal tidak ada masalah, akan tetapi begitu curah hujan ekstrem akan terjadi banjir.
Kepala Badan Litbang dan Inovasi Kementerian Lingkungan Hidup Henry Bastaman mengatakan banjir bandang di Garut, Jawa Barat yang menelan korban jiwa dan kerugian material menjadi representasi belum berhasilnya upaya pengembalian DAS.
"Kejadian itu harus dikaji secara teliti menjadi koreksi scientifik dalam pengelolaan DAS dan hutan lindung ke depan," katanya usai membuka seminar nasional yang diprakarsai Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Pengolahan Daerah Aliran Sungai (BPTKPDAS) berkerja sama dengan Program Studi Ilmu Lingkungan Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta dan Fakultas Geografi Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Pihaknya masih mengkaji apakah bencana di Garut merupakan peristiwa alam atau kombinasi dengan perilaku manusia yang lalai.
Pihaknya terus berfikir keras untuk bisa memberikan sesuatu yang bisa dilakukan untuk pengelolaan DAS yang lebih baik.
Ia mengatakan hasil kajian yang melahirkan koreksi secara keilmuan terhadap kebijakan dalam pengelolaan DAS penting untuk mencegah terjadinya bencana.
Selain itu, kata dia, jangka panjang untuk restorasi DAS yang semakin kritis. Setiap DAS sebenarnya sudah dilengkapi "Early Warning System" (EWS) atau peringatan dini, tetapi karena dalam waktu cepat diguyur hujan yang lebat dengan curah hujan 255 mililiter menjadi tidak terkendali.
"Perubahan iklim memengaruhi terjadinya bencana. Hal ini tentu harus diwaspadai semua pihak di sekitar DAS karena ada 15 yang masuk prioritas termasuk baik DAS Bengawan Solo maupun Cimanuk Garut," katanya.
Pihaknya juga berupaya mengatasi jangka panjang terkait dengan ancaman bencana akibat DAS yang kondisnya buruk. Langkah itu antara lain dengan penanaman pohon-pohon di daerah resapan dan meluncurkan 47 jenis pohon yang dapat pengikat tanah dan 15 jenis di antaranya dapat memunculkan mata air
Kepala BPTKPDAS Nur Sumedi mengatakan latar belakang digelar seminar nasional terkait dengan permasalahan yang berkembang saat ini.
Berdasarkan fenomena, katanya, alih-alih menuju ketahanan air, yang terjadi malah semakin banyaknya bencana hidrologis, seperti banjir, kekeringan, serta ketersediaan air bersih yang semakin kritis.
Oleh karena itu, katanya, masih diperlukan banyak penelitian di bidang pengelohan DAS sebagai regulator tata air yang diharapkan dapat mendukung program ketahanan air yang sedang digalakan oleh pemerintah.
Pewarta: Bambang DM
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2016