Diskusi dipandu Duta Besar Indonesia untuk Takhta Suci Vatikan, A Agus Sriyono, dengan pembicara tokoh Mumahadiyah, Din Syamsudin dan Sekretaris Jenderal PB NU, Marsudi Syuhud. Hadir wakil organisasi kemasyarakatan Indonesia di Roma serta staf Kedutaan Besar Indonesia di Roma dan Kedutaan Besar Indonesia di Vatikan.
Pejabat Fungsi Penerangan dan Sosial Budaya Kedutaan Besar Indonesia untuk Vatikan, Sturmius Teofanus Bate, Kamis, menyatakan, Syamsudin maupun Syuhud menyampaikan peran NU dan Muhamadiyah dalam mempertahankan keutuhan dan kesatuan Indonesia sangat besar.
Peran aktif kedua organisasi ini dalam Forum Kerukunan Umat Beragama bersama organisasi keagamaan yang lain, yaitu KWI, PGI, dan Walubi memiliki posisi sentral dalam penyelesaian setiap permasalahan yang dihadapi umat beragama di Indonesia.
Ketiadaan organisasi keagamaan semacam ini di negara Timur Tengah, misalnya, mengakibatkan mekanisme penyelesaian konfik antaragama menjadi sulit dilaksanakan.
Dalam rangka membangun harmoni dan toleransi antarumat beragama kedua pembicara sepakat pelunya menekankan aspek persamaan nilai-nilai dalam agama, ketimbang menonjolkan perbedaaannya.
Khusus dalam hubungan Islam-Kristiani, sesungguhnya tidak ada alasan untuk dipertentangkan sebagai sesama agama samawi.
Sementara dalam ranah publik, harus diutamakan kepentingan bersama yang lebih luas, sedangkan dalam ranah individu agama harus menjadi keyakinan pribadi meskipun berbeda dengan keyakinan pemeluk agama lainnya.
Kedua pembicara juga menjelaskan mengenai konsep "Islam Nusantara" dan "Indonesia yang berkemajuan" dimana keduanya bersifat komplementer atau saling melangkapi.
Tidak dapat dipungkiri bahwa munculnya konsep "Islam Nusantara" merupakan tanggapan atas munculnya pandangan dari luar Indonesia yang tidak berakar pada budaya bangsa Indonesia.
Syamsudin maupun Syuhud berada di Italia dalam rangka menghadiri Konferensi Internasional tentang Dialog Antaragama di kota Assisi yang berlangsung pada 18-20 September lalu.
Konferensi yang bertema Thirst for Peace (Dahaga atas Perdamaian) ini ditutup Paus Fransiskus.
Peran aktif kedua organisasi ini dalam Forum Kerukunan Umat Beragama bersama organisasi keagamaan yang lain, yaitu KWI, PGI, dan Walubi memiliki posisi sentral dalam penyelesaian setiap permasalahan yang dihadapi umat beragama di Indonesia.
Ketiadaan organisasi keagamaan semacam ini di negara Timur Tengah, misalnya, mengakibatkan mekanisme penyelesaian konfik antaragama menjadi sulit dilaksanakan.
Dalam rangka membangun harmoni dan toleransi antarumat beragama kedua pembicara sepakat pelunya menekankan aspek persamaan nilai-nilai dalam agama, ketimbang menonjolkan perbedaaannya.
Khusus dalam hubungan Islam-Kristiani, sesungguhnya tidak ada alasan untuk dipertentangkan sebagai sesama agama samawi.
Sementara dalam ranah publik, harus diutamakan kepentingan bersama yang lebih luas, sedangkan dalam ranah individu agama harus menjadi keyakinan pribadi meskipun berbeda dengan keyakinan pemeluk agama lainnya.
Kedua pembicara juga menjelaskan mengenai konsep "Islam Nusantara" dan "Indonesia yang berkemajuan" dimana keduanya bersifat komplementer atau saling melangkapi.
Tidak dapat dipungkiri bahwa munculnya konsep "Islam Nusantara" merupakan tanggapan atas munculnya pandangan dari luar Indonesia yang tidak berakar pada budaya bangsa Indonesia.
Syamsudin maupun Syuhud berada di Italia dalam rangka menghadiri Konferensi Internasional tentang Dialog Antaragama di kota Assisi yang berlangsung pada 18-20 September lalu.
Konferensi yang bertema Thirst for Peace (Dahaga atas Perdamaian) ini ditutup Paus Fransiskus.
Pewarta: Zeynita Gibbons
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2016