Jakarta (ANTARA News) - Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta akan meminta keterangan dari Menteri Keuangan Sri Mulyani dan mantan Kepala Bappenas (2001-2004) Kwik Kian Gie dalam kasus dugaan korupsi proyek Jaring Pengaman Sosial (JPS) yang berasal dari bantuan Bank Dunia pada tahun 2002. Kepala Kejaksaan Tinggi DKI, Darmono di Jakarta, Selasa mengatakan, rencana pemeriksaan menteri dan mantan pejabat itu terkait penyelewengan dana JPS yang terjadi tahun 2002 namun ditutup dengan dana APBN 2005. Darmono mengatakan, Menkeu Sri Mulyani pastinya mengetahui mengenai penutupan penyimpangan yang menggunakan dana APBN 2005, karena seluruh pengeluaran APBN melalui Departemen Keuangan. Menurut dia, dana APBN dimaksudkan untuk memenuhi belanja negara satu tahun ke depan, bukan untuk hal-hal yang terjadi sebelumnya. "Ada masalah dimana pemakaian dana tahun 2002 diganti dengan anggaran 2005," kata Kajati DKI Jakarta. Lebih lanjut ia mengatakan, Kwik nantinya akan diperiksa terkait jabatannya sebagai Ketua Bappenas saat proyek JPS tersebut. Bappenas merupakan lembaga penerima yang menggunakan dana JPS untuk kepentingan masyarakat. Namun, kata Darmono, pihaknya belum menetapkan jadwal pemeriksaan Sri Mulyani dan Kwik karena penyidik masih terfokus pada pelaksana kegiatan di lapangan. Disinggung mengenai penetapan tersangka yang awalnya direncanakan pada awal April, Darmono mengatakan pihaknya masih mendalami penyidikan dan berharap tersangka kasus tersebut telah ditetapkan dalam dua pekan ke depan. Dalam penyidikan itu, tim penyidik telah memeriksa sekitar 14 orang saksi pejabat Bappenas, rekanan hingga pihak pelaksana kegiatan JPS. Penyidik juga telah merencanakan pemeriksaan pejabat eselon I, menteri, juga mantan pejabat terkait yang mengetahui mengenai proyek JPS tersebut. Menurut Darmono, penyidik membidik calon tersangka dari pimpinan proyek JPS Bappenas tahun 2002 tersebut. Darmono menjelaskan, penyidik telah menemukan indikasi awal perbuatan melawan hukum dan kerugian negara terkait pelaporan pelaksanaan sebagian program JPS secara fiktif yang merugikan negara sekitar Rp1,84 miliar dengan program JPS berkisar Rp4 miliar yang berasal dari bantuan Bank Dunia pada 2002. Data yang ada menyebutkan bahwa dana tersebut digunakan untuk menggelar sejumlah kegiatan seperti seminar dan penyuluhan namun saat berakhirnya pelaksanaan proyek, Bank Dunia menolak laporan akhir pimpro dan meminta pengembalian dana tersebut hingga akhirnya harus ditutup dengan APBN 2005.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007