Jutaan orang boleh jadi pernah menjejakkan kakinya di Masjidil Haram di Mekkah dan Masjid Nabawi di Madinah.
Beberapa di antaranya bahkan cukup beruntung bisa mencium Hajar Aswad, berdoa di Multazam, bersujud di Raudhah Masjid Nabawi atau melihat dari dekat keindahan pintu Kabah dan Kiswa, kelambu penutupnya.
Tahun ke tahun setiap orang menyimpan kenangan yang sangat berbeda tentang dua masjid suci itu.
Mereka yang bertamu pada tahun 1100 Hijriah tentu melihat masjid suci yang berbeda dengan mereka yang datang pada 1437 Hijriah.
Tahun berganti dan Masjidil Haram maupun Masjid Nabawi semakin "bersolek" untuk memberikan kenyamanan bagi seluruh tamu Allah.
Ruang shalat multilantai agar dapat menampung jamaah lebih banyak, eskalator untuk memudahkan akses, dan pendingin ruangan bagi kenyamanan jamaah. Satu per satu fasilitas ditambahkan untuk menciptakan kemudahan.
Masjidil Haram dan Masjid Nabawi kini tak lagi tampak sama seperti ratusan tahun lalu dengan segala modernisasinya.
Namun bagi yang penasaran ingin mengintip masa lalu dua masjid suci itu, detil dari sejumlah artefak yang pernah menjadi bagian dari dua masjid tersebut dapat dinikmati di museum Arsitektur Dua Masjid Suci: Masjidil Haram dan Masjid Nabawi atau yang jamak disebut para jamaah haji sebagai Museum Mekkah.
Terletak tak jauh dari pabrik penenun Kiswa atau kelambu penutup Kabah, bangunan satu lantai yang tinggi menjulang dengan pilar-pilar batu marmer ini tak akan mudah dilewatkan begitu saja.
Walau letaknya bisa dibilang jauh dari Masjidil Haram, sekitar 45 menit perjalanan dengan bus, gedung tersebut justru menyimpan saksi-saksi sejarah transformasi dua masjid tersebut dari sisi arsitektur.
Tujuh Segmen Sejarah
Terbagi dalam tujuh segmen, museum yang tidak terlalu luas itu menyoroti sisi sejarah dan budaya yang terekam dalam transformasi dua masjid suci itu.
Di segmen pertama yang disebut juga sebagai "Entrance Hall", pengunjung akan dihadapkan pada foto terbaru dan foto lama dari Masjidil Haram dan Masjid Nabawi sehingga dapat membandingkan bagaimana waktu telah membawa perubahan yang sangat besar.
Dari ruangan ini pengunjung beralih menuju "Hall of the Grand Mosque" yang berisi barang-barang berharga yang terkait dengan Masjidil Haram, termasuk replika model Masjidil Haram yang menyambut di pintu masuk.
Salah satu koleksi yang tampak menonjol di ruangan ini adalah tangga kayu Kabah yang dibuat pada 1240 H atau 1825 M.
Tampak juga ditampilkan replika dari penutup maqam Ibrahim, yaitu sebuah penutup bersegi enam yang terbuat dari logam dan kaca, yang melindungi batu situs yang dipercaya sebagai lokasi berdirinya Nabi Ibrahim saat mengawasi pembangunan Kabah.
Bagi jamaah yang hampir tak pernah dapat melihat dari dekat makam Ibrahim yang asli karena kepadatan luar biasa di area tawaf maka replika tersebut dapat menjawab rasa penasaran tentang isi bilik setinggi sekitar dua meter tersebut.
Segmen ketiga adalah "The Holy Kabah Hall" yang berisi seluruh artefak yang pernah menghiasi Kabah masa lalu.
Bagi banyak jamaah ruangan ini adalah ruangan yang paling menarik karena menyajikan detil personal dari Kabah, mulai dari bingkai hajar aswad, Kiswa, dan tentunya pintu Kabah masa lalu.
Hampir semua barang-barang di tempat ini diletakkan di balik ruang kaca untuk menghindari kerusakan, karena sentuhan tangan para pengunjung.
Pintu Kabah yang dipamerkan di ruangan ini adalah pintu Kabah dari era Raja Abdul Aziz pada 1363 H atau 1944 M.
Pintu setinggi 3,1 meter itu terbuat dari alumuniun dan baja yang dilapisi oleh perak dan emas. Pada permukaannya terdapat tulisan-tulisan yang diatribusikan pada Ketuhanan.
Selama pemerintahan dinasti Saudi, pintu Kabah baru diganti dua kali. Pintu yang saat ini, Bab Al Tawba, disebutkan terbuat dari emas murni dengan berat hampir 300 kg.
Siang itu, pintu Kabah tersebut menjadi salah satu lokasi foto favorit para pengunjung yang sebagian besar adalah jamaah haji yang memanfaatkan waktu untuk berwisata menjelang kepulangan. Secara bergantian mereka mengambil foto di depan pintu tersebut.
Selain pintu Kabah, Kiswa juga menjadi koleksi berharga museum tersebut. Mengingat tak sedikit orang yang ingin membawa pulang potongan Kiswa maka Kiswa tersebut diletakkan dibalik dinding kaca untuk menghalau tangan-tangan jahil.
Sehingga jamaah hanya dapat menikmati keindahannya tanpa dapat merasakan kehalusan kain penutup Kabah yang berwarna hitam dengan hiasan benang emas itu.
Kemudian bagi yang merasa penasaran dengan bagian dalam Kabah, di sudut segmen ini ditampilkan pilar-pilar kayu penyangga Kabah dari masa lalu.
Keluar dari segmen ini, pengunjung akan memasuki "Photography Hall" yang menampilkan foto-foto langka dan detil dari arsitektur unik dua masjid suci itu.
Segmen ini terbilang sedikit sepi pengunjung karena hanya berisi foto tanpa artefak sama sekali.
Sementara itu segmen selanjutnya yang juga menjadi favorit pengunjung adalah "Manuscripts Hall", yang terdiri dari dua bilik kaca berisi contoh dari koleksi perpustakaan dari dua masjid suci itu.
Koleksi yang menarik perhatian banyak pengunjung adalah sebuah Al quran yang berasal dari zaman Usman bin Affan.
Keluar dari "Manuscript Hall", pengunjung akan memasuki "Zamzam Well Hall" dengan koleksi utamanya pembatas sumur zamzam yang terbuat dari besi yang berasal dari tahun 1299H atau 1882M. Di koleksi itu terlihat juga ember dan tali yang digunakan untuk mengambil air zamzam di masa lalu.
Di sekeliling pembatas sumur tersebut terdapat sejumlah replika peralatan yang terkait dengan sumur tersebut di masa lalu dan foto-foto tentang kondisi sumur tersebut kini, termasuk sistem pengolahan air zamzam yang sudah jauh lebih moderen agar dapat mengimbangi jutaan jamaah yang setiap harinya menggunakan airnya untuk beragam keperluan.
Bagian akhir dari museum tersebut adalah "Hall of the Prophets Mosque" yang berisi segala detil dari masa lalu Masjid Nabawi, termasuk koleksi unggulannya yaitu sebuah pintu kayu yang pernah menghiasi salah satu dinding masjid itu.
Paket Wisata
Jamaah biasanya mengunjungi museum yang terletak di kawasan perbukitan Umm Al-Joud ini dalam rangkaian perjalanan wisata menuju Hudaibiyah. Hudaibiyah adalah sebuah tempat sekitar 20 km dari Mekkah yang dianggap sebagai batas terluas tanah suci ke arah Jeddah.
Di tempat ini dahulu Nabi Muhammad SAW dikisahkan menandatangani perjanjian Hudaibiyah dengan kaum pagan Mekkah, yang merupakan titik awal kemenangan Umat Muslim dalam menguasai Mekkah.
Kini tempat tersebut menjadi salah satu lokasi bagi miqat atau niat berihram bagi jamaah umrah.
"Mau umrah, tadi sudah miqat," kata Nuraini seorang jamaah asal Tangerang yang akan pulang ke Tanah Air pada pekan ini.
Ia dan rekan-rekannya yang pergi mengenakan empat bus tampak sibuk bergantian memotret koleksi museum Arsitektur Dua Masjid Suci. "Bisa pegang pintu Kabah," katanya sambil tersenyum saat ditanya apa yang paling menarik di museum itu.
Sementara itu Dani, seorang jamaah asal Tasik mengaku sudah mengambil miqat di Hudaibiyah sebelum menuju ke museum itu. "Shalat di masjid di sana," katanya. Saat ditanya tentang museum tersebut, Dani menyayangkan koleksi yang disimpan dibalik almari kaca. "Sayang sekali tidak bisa pegang Kiswa, padahal di Kabah juga tidak bisa pegang," tuturnya.
Di lokasi tersebut jamaah akan menemukan bangunan masjid baru untuk menunaikan shalat sunnah dua rakaat sebelum umrah dan reruntuhan bangunan yang disebut sebagai reruntuhan bangunan masjid dari era Nabi Muhammad SAW.
Reruntuhan masjid yang hanya menyisakan pilar-pilarnya itu terletak tepat di belakang masjid baru. Di pilar-pilar batu reruntuhan masjid tersebut sayangnya tedapat banyak aksi vandalisme. Para pengunjung dengan leluasa tanpa pengawasan mencoret-coret batu-batu dipilar itu dengan permohonan atau nama mereka.
Dalam perjalanan ke Hudaibiyah dulu sebelum merebak virus Sindrom Pernafasan Timur Tengah (Mers Cov), jamaah biasanya akan singgah di peternakan-peternakan unta yang banyak ditemui di sepanjang jalan untuk sekedar berfoto bersama unta atau membeli susu unta yang dijual dengan harga 5 riyal per 330 ml.
Namun dengan adanya imbauan dari Departemen Kesehatan, rata-rata bus-bus jamaah Indonesia hanya melintas saja tanpa berhenti. Jamaah memilih untuk mengabadikan unta-unta itu dari dalam bus.
Oleh Gusti NC Aryani
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2016