Jakarta (ANTARA News) - Menteri Luar Negeri RI Hassan Wirajuda berharap Perjanjian Ekstradisi RI-Singapura dapat diselesaikan secara politik di tingkat menteri sebelum 2008, sehingga hal itu tidak perlu langsung dibawa ke tingkat kepala negara. "Diharapkan akan sudah selesai sebelum 2008. Lebih cepat lebih baik,...coba kita bahas di tingkat menteri. Dan kalau sama sekali `stuck` disitu, dan kita memerlukan arahan dari tingkat kepala negara, baik. Tapi jangan semua langsung dibawa ke tingkat kepala negara," kata Menlu kepada wartawan di Jakarta, Selasa. Menlu mengatakan, upaya penyelesaian di tingkat teknis dilakukan secara maksimal namun jika ada elemen dalam perjanjian tersebut yang dapat didorong secara politis di tingkat menteri, maka hal itu juga akan dilakukan. Menurut Menlu, harapan senada juga dilontarkan oleh pemerintah Singapura karena kedua belah pihak berkepentingan untuk segera menyelesaikan perundingan itu. "Kerugian paling besar jika ekstradisi tidak segera selesai, salah satunya adalah komentar dari masyarakat. Dan realitasnya kita perlu adanya perjanjian ekstradisi itu," ujarnya. Menlu mengatakan, selama 15 tahun terakhir perundingan itu, pemerintah RI mengharapkan kerjasama dari negara seperti Singapura, yang notabene mengklaim sebagai negara yang bersih dari korupsi, untuk memberantas korupsi di Indonesia. "Oleh karena itu dimulai proses perundingan. Dan proses perundingan tidak mudah kadang-kadang masalah legal saja, sudah jadi hambatan. Perjanjian Ekstradisi dan Defend Cooperation Agreement (DCA) itu saling membantu, DCA tidak menghambat ekstradisi. Jadi kalau maju disana, bisa juga maju disini," katanya. Pada kesempatan itu Menlu juga mengatakan bahwa keinginan untuk segera menyelesaikan perjanjian ekstradisi sebetulnya sudah dikemukakan sejak pertemuan kedua Menlu di Cebu, Filipina, awal tahun ini. "Dengan kata lain, kita sedang mencari jalan memanfaatkan momentum dari adanya kemauan kedua belah pihak, untuk menyelesaikan dengan lebih cepat," tegasnya. Perundingan antara RI-Singapura mengenai Perjanjian Ekstradisi masih menyisakan dua pasal dari total 19 pasal. "Tujuh belas pasal sudah selesai. Dua pasal itu, lebih pada masalah teknis sebetulnya, teknis hukumnya, antara lain, tentang retroaktif. Walaupun Singapura juga tidak serta merta menolak, tapi dalam perundingan beberapa lama, itu yang dinegosiasikan," katanya. Perjanjian Ekstradisi antara RI-Singapura menyita perhatian publik karena jika kesepakatan itu dapat disetujui maka pemerintah Indonesia akan memiliki kesempatan untuk melacak para koruptor dan asetnya di negara kota itu.(*)
Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007