Copenhagen (ANTARA News) - Pemerintah berencana untuk menarik investor sektor perikanan Salmar Fish Farm asal Norwegia untuk industri pengolahan ikan salmon di dalam negeri, dengan menggandeng Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak dalam sektor serupa.
"Kita sedang mendorong mereka untuk masuk ke Indonesia. Industri pemrosesan ikan salmon tersebut diharapkan menggandeng BUMN, supaya kita bisa belajar," kata Menteri BUMN Rini Soemarno, dalam rangkaian kunjungan ke negara-negara Skandinavia, di Copenhagen, Denmark, Senin malam waktu setempat.
Rini menjelaskan, perusahaan asal Norwegia yang terletak di Froya, Norwegia tersebut melihat potensi yang besar di Indonesia.
Namun, perusahaan tersebut masih sangat berhati-hati untuk melakukan investasi di Indonesia karena mereka menganggap ada persoalan terkait proses perizinan.
"Mereka melihat potensi Indonesia besar, akan tetapi mereka masih hati-hati karena ada persoalan terkait perizinan, atau kurangnya transparansi, dan lainnya. Tapi saya tekankan, Indonesia saat ini lebih transparan dan mudah dalam proses perizinan," kata Rini.
Rini menjelaskan, skema pengiriman ikan salmon dari Norwegia tersebut, nantinya, bisa melalui penerbangan internasional Garuda Indonesia via Amsterdam, Belanda, karena menurut perusahaan itu sarana transportasi yang paling efektif adalah melalui udara.
Menurut Rini, setelah nantinya dilakukan pemrosesan di dalam negeri, hasil dari ikan-ikan tersebut akan diekspor kembali untuk pasar Republik Rakyat Tiongkok dan Jepang, meskipun ada peluang untuk pasar di dalam negeri yang cukup baik.
"Nantinya pasar yang diincar adalah Tiongkok dan Jepang. Dari Jakarta bisa naik pesawat kargo ke Tiongkok ataupun Jepang. Ini juga supaya kargo Garuda Indonesia berkembang. Ini harus dilihat sebagai peluang dan kita harus melihat ke dalam, mana saja yang bisa kita sinergikan," kata Rini.
Memang, lanjut Rini, di dalam negeri tidak menghasilkan ikan salmon yang sebagian besar berada di Samudra Atlantik dan Samudra Pasifik. Akan tetapi, Indonesia bisa mengadopsi cara budidaya yang dilakukan oleh perusahaan tersebut untuk jenis ikan yang lain yakni kerapu.
"Nantinya Perum Perikanan Indonesia (Perindo) dan PT Perikanan Nusantara (Persero) Perinus bisa belajar teknologi yang dipergunakan khususnya untuk budidaya ikan di Indonesia, seperti untuk kerapu dan lainnya," kata Rini.
Menurut rencana, lanjut Rini, jika Indonesia bisa mengadopsi skema budidaya hingga pemrosesan untuk ikan tersebut, maka sektor industri dari hulu hingga hilir akan bisa berjalan. Menurutnya, akan ada program pelatihan untuk budidaya yang menggunakan teknologi digital tersebut pada Januari 2017.
"Rencananya dari hulu sampai hilir, kita harus mulai. Kita berencana untuk bicara dengan IPB terkait pengembangan ikan ini. Nanti skemanya akan ada waktu belajar di sana selama enam bulan, untuk studi," tambah Rini.
Sistem yang dipergunakan Salmar Fish Farm tersebut adalah komputerisasi, sehingga diharapkan akan ada transfer teknologi baik untuk budidaya dan pemrosesan bagi pelaku usaha di Indonesia yang tentunya akan melibatkan para nelayan skala kecil.
Menurut Rini, industri sektor perikanan mampu memberikan nilai protein yang besar bagi masyarakat tanpa banyak membuang biaya untuk pakan. Sebagai perhitungan, sebanyak 100 kilogram pakan ikan akan mampu menghasilkan 65 kilogram salmon. Sementara untuk jumlah pakan yang sama pada peternakan ayam hanya akan menghasilkan 25 kilogram daging ayam.
"Untuk sapi, 100 kilogram pakan akan menghasilkan 13 kilogram dan kambing itu hanya menghasilkan 1,2 kilogram. Jadi, untuk produksi protein memang paling baik adalah ikan. Salmar Fish Farm itu, pada 1971 mereka memproduksi sebanyak 92 ton, dan saat ini sudah mencapai 1,1 juta ton," kata Rini.
Menteri BUMN tengah melakukan kunjungan kerja ke negara-negara Skandinavia sepekan terakhir. Kunjungan diawali ke Norwegia, Swedia, Finlandia dan dan Denmark. Dalam kunjungan kerja tersebut, pemerintah tengah berupaya menarik investor dari negara-negara itu untuk melakukan investasi di Indonesia.
Pada akhir kunjungan ke Denmark, telah dilakukan penandatanganan Perjanjian Pembelian Tenaga Listrik atau Power Purchase Agreement (PPA) antara PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) Persero dengan kelompok internasional investor dan menggandeng Vestas Wind Systems Denmark untuk proses konstruksi Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB).
Pewarta: Vicki Febrianto
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2016