Jakarta (ANTARA News) - Bursa Efek Jakarta (BEJ) mempertanyakan keinginan PT Mulialand Tbk yang akan menjadi perusahaan tertutup (go private), karena alasan Mulialand hanya didasari kekhawatiran terhadap kinerja keuangan yang akan merosot lantaran persaingan bisnis yang ketat dan berat.
"Kita sayangkan sekali rencanya Mulialand untuk 'go private', terlebih alasannya tidak cukup mendukung," kata Direktur Pencatatan BEJ, Eddy Sugito, di Jakarta, Selasa.
Eddy mengatakan, jika alasannya hanya karena persaingan usaha yang bisa mengakibatkan terganggunya kelangsungan usaha Mulialand, maka hal itu sangat naif sekali.
"Karena, banyak emiten lainnya juga pernah mengalami masa krisis. Namun, karena usahanya yang keras akhirnya bisa bangkit kembali," ujarnya.
Ia menimpali, "Contohnya Astra, ketika krisis emiten itu sangat jatuh usahanya. Tetapi karena kerja keras, saat ini Astra sudah bisa berdiri tegak dan menuai keuntungan. Dan saya kira masih banyak emiten lain yang mengalami hal serupa."
Menurut dia, BEJ sudah meminta, agar perseroan mempertimbangkan kembali rencana "go private"-nya. Namun, Mulialand tetap bersikukuh untuk melakukan "go private". "Lagi-lagi keputusan ada ditangan emiten, kita sih inginnya mereka tidak 'go private'," ujarnya.
Eddy mengemukakan, BEJ tidak bisa memaksa, agar emiten tetap terdaftar (listing) di bursa dan membatalkan rencana "go private"-nya.
"Prinsipnya kan mereka bisa masuk ke bursa, tetapi juga bisa keluar dari bursa, yang terpenting adalah mekanismenya harus dipatuhi oleh emiten yang ingin 'go private'," ujarnya.
Mekanisme itulah, kata Eddy, yang terus dipantau oleh BEJ, agar hak dari pemegang saham terlindungi. "Tugas kita adalah memproteksi investor, agar tidak dirugikan. Nah kita memeriksa mereka apakah sudah sesuai dengan aturan yang ditetapkan atau tidak," katanya.
Eddy melihat banyaknya emiten yang melakukan "go private" bukanlah preseden buruk bagi bursa, terlebih kondisi pasar modal Indonesia sedang "bullish". Namun demikian, BEJ sangat kehilangan jika ada emiten yang tercatat melakukan "go private".
"Sementara pertambahan emiten mengalami kendala, tetapi ada emiten yang "go private", tentu kita kehilangan," ujarnya.
Dia mengatakan, kendala utama di pasar modal Indonesia adalah tidak adanya intensif yang diberikan kepada perusahaan yang "go public", misalnya berupa pengurangan pajak, padahal insentif pajak sangat membantu mendorong perusahaan untuk "go public", sehingga pemerintah harus ikut mendorong hal ini. (*)
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007