"Apakah fisiognomi (ilmu membaca wajah) bisa digunakan sebagai alat untuk menetapkan penjahat?" kata Otto Hasibuan dalam persidangan di PN Jakarta Pusat, Senin malam.
Eva mengatakan bahwa hal itu jarang dilakukan karena ilmu kriminologi saat ini sudah menggunakan pendekatan sosiologi atau teori-teori baru yang sudah lebih populer.
"Kriminologi sekarang banyak melakukan pendekatan sosiologis atau teori baru yang sedang populer," jawab Eva.
Otto kemudian bertanya lagi, apakah seorang kriminolog boleh melakukan analisa terhadap seseorang berdasarkan gestur tubuh.
"Bisa saja, sah saja, silahlan saja, tak ada larangan menggunakan teori gestur," jawab Eva.
Namun Eva menekankan bahwa kriminolog yang melakukan pengamatan gestur berarti melakukan pengamatan dengan pendekatan psikologi.
"Itu sah saja dipakai untuk meneliti seseorang, tapi pendekatannya yang harus kita lihat. Yang menguasai ilmu gestur itu psikolog. Dalam konteks ini, kriminologi menggunakan instrumen tambahan psikologi," jawab Eva.
Menurut Eva, seorang kriminolog bisa menggunakan banyak pendekatan. Namun perbedaan pendekatan itu juga akan menimbulkan hasil analisis yang berbeda-beda.
"Bisa saja, tidak mesti kriminologi murni. Bisa menggunakan pendekatan lain. Pendekatan apa, dasar teori apa, dalam meneliti suatu kasus kejahatan," jelas Eva.
Ketika ditanya apakah Eva bisa melakukan pengamatan dari gestur tubuh, ia menjawab, "tidak bisa, saya tak pernah pakai. Saya pakai pendekatan hukum pidana dan sosiologi."
Eva dihadirkan kuasa hukum Jessica untuk menjawab keterangan ahli kriminologi Ronny Nitibaskara yang dihadirkan jaksa penuntut umum. Saat itu Ronny sebagai kriminolog menganalisa karakter Jessica menggunakan analisis gestur dan membaca wajah.
Pewarta: Alviansyah Pasaribu
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2016