Jakarta (ANTARA News) - Nilai tukar rupiah di pasar uang spot antarbank Jakarta Senin sore melemah 24 poin menjadi 13.149 per dolar AS setelah akhir pekan lalu berada pada 13.125 per dolar AS.
Pengamat pasar uang Bank Woori Saudara Indonesia Tbk, Rully Nova, mengatakan bahwa menjelang pertemuan Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) pada 20-21 September 2016 nanti, fluktuasi mata uang rupiah cenderung mengalami tekanan terhadap dolar AS.
"Seperti pada sebelumnya, setiap menjelang pertemuan FOMC fluktuasi rupiah cenderung mengalami pelemahan, investor cenderung berhati-hati terhadap aset mata uang risiko mengantisipasi kenaikan suku bunga acuan Amerika Serikat," ujarnya.
Ia menambahkan bahwa data inflasi Amerika Serikat yang meningkat membuat peluang bank sentral AS untuk menaikan suku bunga acuannya. Inflasi Amerika Serikat naik ke 1,1 persen "year on year" dari 0,8 persen "year on year" di Agustus 2016, sementara inflasi inti naik ke 2,3 persen "year on year".
Kendati demikian, menurut Rully Nova, apresiasi dolar AS terhadap rupiah masih relatif terbatas di tengah harga minyak mentah dunia yang megalami penguatan.
Terpantau harga minyak jenis WTI Crude menguat 1,56 persen menjadi 43,70 dolar AS per barel, dan Brent Crude naik 1,20 persen menjadi 46,32 dolar AS per barel.
Analis Monex Investindo Futures Putu Agus menambahkan bahwa minyak mentah dunia yang menguat akan memberikan sentimen positif bagi mata uang komoditas seperti rupiah ke depannya.
"Anggota Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak Bumi (OPEC) dan non-OPEC yang dikabarkan mendekati kesepakatan untuk menstabilkan harga minyak akan berpengaruh positif," katanya.
Sementara itu, dalam kurs tengah Bank Indonesia (BI) pada Senin ini mencatat nilai tukar rupiah bergerak melemah menjadi Rp13.164 dibandingkan hari sebelumnya (16/9) Rp13.131.
Pewarta: Zubi Mahrofi
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2016