"Dijamin tidak ketahuan petugas," katanya yang diamini oleh rekannya sesama jamaah dari embarkasi Jakarta Bekasi dan Ujung Pandang.
Saat ditanya untuk apa 20 botol air zamzam karena nantinya seluruh jamaah haji masing-masing akan menerima lima liter air zamzam di tanah air sehingga ia dan suaminya total akan membawa pulang 10 liter, Nisih mengatakan bahwa air zamzam adalah oleh-oleh yang paling ditunggu dari haji.
"Tidak cukup 10 liter karena semua tamu pasti berharap kebagian," ujarnya sambil tersenyum.
Nisih dipastikan bukan satu-satunya. Sekeras apapun imbauan petugas Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) bahwa jamaah dilarang membawa air zamzam, setiap tahunnya akan selalu muncul trik baru untuk mencoba menyembunyikan botol-botol air itu di antara barang bawaan jamaah.
Menyelundupkannya keluar tanah suci karena jatah lima liter dinilai jauh dari cukup.
Sekalipun berulangkali tidak sedikit yang berhasil disita oleh petugas, tak sedikit pula yang akan terus mencoba.
"Mereka itu prinsipnya mencoba, siapa tahu berhasil," kata Kepala Daerah Kerja Mekkah Arsyad Hidayat di kantornya di kawasan Syisyah pekan ini saat menjelaskan proses razia air zamzam dari kopor jamaah.
Ia mengaku tahun lalu petugas menyita lebih dari tiga ton air zamzam dari kopor jamaah menjelang kepulangan. "Ada yang dimasukkan jerigen dengan pelapis plastik biru. Awalnya kami bingung juga ada zamzam warna biru," katanya.
Di masa lalu pemeriksaan barang bawaan jamaah menjelang kepulangan dilakukan di Madinatul Hujjaj di Jeddah sehingga ketika tiba di bandara barang-barang jamaah telah bersih dari barang terlarang dan tidak kelebihan berat.
Sayangnya tahun ini Madinatul Hujjaj atau "city check in" ditiadakan sehingga barang-barang jamaah akan dikirim langsung ke bandara. "Kalau di bandara, artinya barang tersebut akan dicek oleh pihak keamanan Arab Saudi," kata Arsyad.
Ia mengkhawatirkan jika pihak keamanan Arab Saudi memutuskan menahan koper-koper tersebut sehingga membuat keterlambatan penerbangan atau justru jamaah pulang tanpa koper.
Untuk mengantisipasi hal itu petugas PPIH akan memulai pemeriksaan koper dua hari sebelum kepulangan di pemondokan.
Sumur Zam-Zam
Kenapa jamaah rela kucing-kucingan dengan petugas demi air zamzam?
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, zamzam adalah mata air di Mekah di Masjidilharam yang muncul pada zaman Nabi Ibrahim. Air dari mata air zamzam.
KH Ihsanuddin Abdan, pengasuh Pondok Pesantren Awaliyah Alawi Magelang, Jawa Tengah yang juga bagian dari tim Konsultan Bimbingan Ibadah Daerah Kerja (Daker) Mekkah, menjelaskan bahwa sejumlah keutamaan air zamzam telah disebutkan dalam hadits.
"Salah satunya adalah penawar penyakit," katanya.
Oleh karena itu, tambah dia, wajar jika air zamzam diinginkan oleh jutaan umat muslim dari seluruh dunia.
Bagi Kota Mekkah yang terletak di antara bukit-bukit batu, keberadaan sebuah sumur yang dalam arti linguistiknya adalah banyak atau berlimpah itu dinilai sebagai sebuah keajaiban tersendiri bagi banyak pihak.
Sumur zamzam yang terletak di kawasan Masjidil Haram, sekitar 20 meter sebelah timur Kabah dipercaya oleh umat Islam sebagai mata air suci yang muncul ribuan tahun lalu ketika Malaikat Jibril menghentakkan kakinya atas perintah Allah SWT di antara dua bukit, Safa dan Marwa, untuk membantu Siti Hajar --istri Nabi Ibrahim-- memberi minum anaknya yang kehausan.
Setelah ribuan tahun, air dari mata air tersebut tercatat tidak pernah kering. Ketika warga Mekkah harus mengimpor kebutuhan air harian mereka dari Jeddah, sumur zamzam terus mengeluarkan airnya bagi jutaan jamaah dan musafir di Masjidil Haram.
Tak hanya itu, setiap senja turun puluhan orang telah siap dengan galon-galonnya di pelataran belakang Masjidil Haram guna mengambil air zamzam. Pada musim haji, setiap pemondokan lazimnya juga menyediakan galon khusus berisi air zamzam untuk konsumsi jamaah.
Jadi sekalipun kota itu terlihat tandus dan kering, orang cukup membawa botol ke Masjidil Haram dan dapat membawa pulang air gratis tak perlu membayar 1 riyal untuk air mineral ukuran 330 ml yang banyak dijual di pedagang kaki lima.
Menurut sejarah, sumur itu awalnya memiliki dua tangki air, satu untuk air minum dan satu untuk air wudhu, dengan pagar batu sederhana yang mengelilinginya, laiknya sumur-sumur tradisional di Indonesia.
Kemudian pada era Khalifah Abbasiyah Al-Mansur pada 771 Masehi, kubah dibangun di atas sumur dengan ubin marmer. Beberapa tahun kemudian dibangun dua kubah kayu yang dihiasi mozaik, satu untuk melindungi sumur dan yang satunya untuk menaungi peziarah.
Di era modern, restorasi besar-besaran dilakukan oleh Sultan Abdul Hamid II di era Utsmaniah pada 1915. Untuk menghindari kerumunan, bangunan sumur zamzam kemudian dipindahkan dari lokasinya yang kini berada di area tawaf, tempat jutaan jamaah mengelilingi Kabah tujuh kali. Tapi jika jamaah jeli masih terlihat tanda bekas lokasi sumur itu di lantai tawaf.
Perawatan Zamzam
Kedalaman 17 meter kebawah selanjutnya, sumur ini menembus lapisan batuan keras yang berupa batuan beku Diorit yang banyak di Jazirah Arab. Pada bagian atas batuan ini dijumpai rekahan-rekahan yang juga memiliki kandungan air. Salah satu celah yang mengandung air adalah rekahan yang memanjang ke arah Hajar Aswad dengan panjang 75 cm dan ketinggian 30 cm, juga beberapa celah kecil ke arah Safa dan Marwa.
Dari uji pemompaan sumur ini mampu mengalirkan air sebesar 11 - 18.5 liter/detik, hingga permenit dapat mencapai 660 liter/menit atau 40 000 liter per jam. Bila dulu air diambil dengan ember kayu maka kini air dipompa dari sumur yang terletak dibalik gelas kaca di ruang bawah tanah itu ke seluruh kran air yang jumlahnya ratusan di seantero Masjidil Haram, terutama di antara Bukit Safa dan Marwa.
Sekalipun sumur zamzam dipercaya sebagai air suci, Pemerintah Arab Saudi tidak tinggal diam menyerahkan nasib sumur tersebut pada alam. Sebagaimana imbauan dalam kitab suci bahwa manusia harus selalu berupaya, maka pemerintah negeri kaya minyak itu membentuk sebuah lembaga khusus untuk mengawasi air zamzam pada tahun 90-an, mulai dari kelangsungannya hingga menjaga kualitasnya, mengingat dari tahun ke tahun makin banyak pembangunan hotel pencakar langit di sekitar kawasan Masjidil Haram. Belum lagi beberapa tahun lalu dunia sempat dihebohkan dengan pemberitaan media yang menyebutkan bahwa air tersebut tercermar. Walaupun akhirnya terbantahkan namun upaya perawatan tetap dilakukan.
Apalagi dengan daerah tangkapan air seluas 60 km2, cekungan yang memasok air ke sumur zamzam dinilai tidak terlampau luas sebagai cekungan penadah hujan sehingga menurut http://www.kelair.bppt.go.id/ sumur tersebut secara hidrologi tetap memerlukan perawatan.
Oleh karena itu air siap saji yang kini bertebaran di sekitar Masjidil Haram dan Masjid Nabawi di Madinah konon merupakan air yang sudah diproses sehingga sangat aman diminum bahkan ada yang sudah didinginkan. Namun tentunya proses itu tidak mengubah rasa dan kandungan air tersebut.
Menurut sejarah, sumur itu awalnya memiliki dua tangki air, satu untuk air minum dan satu untuk air wudhu, dengan pagar batu sederhana yang mengelilinginya, laiknya sumur-sumur tradisional di Indonesia.
Kemudian pada era Khalifah Abbasiyah Al-Mansur pada 771 Masehi, kubah dibangun di atas sumur dengan ubin marmer. Beberapa tahun kemudian dibangun dua kubah kayu yang dihiasi mozaik, satu untuk melindungi sumur dan yang satunya untuk menaungi peziarah.
Di era modern, restorasi besar-besaran dilakukan oleh Sultan Abdul Hamid II di era Utsmaniah pada 1915. Untuk menghindari kerumunan, bangunan sumur zamzam kemudian dipindahkan dari lokasinya yang kini berada di area tawaf, tempat jutaan jamaah mengelilingi Kabah tujuh kali. Tapi jika jamaah jeli masih terlihat tanda bekas lokasi sumur itu di lantai tawaf.
Perawatan Zamzam
Sumur zamzam dikabarkan digali dengan tangan dengan kedalaman sekitar 30 meter dan diameter antara dua sampai tiga meter. Sejumlah sumber menyebutkan hingga kedalaman 13,5 meter teratas menembus lapisan alluvium Wadi Ibrahim. Lapisan ini merupakan lapisan pasir yang sangat berpori. Di bawah lapisan alluvial Wadi Ibrahim ini terdapat setengah meter lapisan yang sangat lulus air (permeable), tempat utama keluarnya air-air di sumur zamzam.
Kedalaman 17 meter kebawah selanjutnya, sumur ini menembus lapisan batuan keras yang berupa batuan beku Diorit yang banyak di Jazirah Arab. Pada bagian atas batuan ini dijumpai rekahan-rekahan yang juga memiliki kandungan air. Salah satu celah yang mengandung air adalah rekahan yang memanjang ke arah Hajar Aswad dengan panjang 75 cm dan ketinggian 30 cm, juga beberapa celah kecil ke arah Safa dan Marwa.
Dari uji pemompaan sumur ini mampu mengalirkan air sebesar 11 - 18.5 liter/detik, hingga permenit dapat mencapai 660 liter/menit atau 40 000 liter per jam. Bila dulu air diambil dengan ember kayu maka kini air dipompa dari sumur yang terletak dibalik gelas kaca di ruang bawah tanah itu ke seluruh kran air yang jumlahnya ratusan di seantero Masjidil Haram, terutama di antara Bukit Safa dan Marwa.
Sekalipun sumur zamzam dipercaya sebagai air suci, Pemerintah Arab Saudi tidak tinggal diam menyerahkan nasib sumur tersebut pada alam. Sebagaimana imbauan dalam kitab suci bahwa manusia harus selalu berupaya, maka pemerintah negeri kaya minyak itu membentuk sebuah lembaga khusus untuk mengawasi air zamzam pada tahun 90-an, mulai dari kelangsungannya hingga menjaga kualitasnya, mengingat dari tahun ke tahun makin banyak pembangunan hotel pencakar langit di sekitar kawasan Masjidil Haram. Belum lagi beberapa tahun lalu dunia sempat dihebohkan dengan pemberitaan media yang menyebutkan bahwa air tersebut tercermar. Walaupun akhirnya terbantahkan namun upaya perawatan tetap dilakukan.
Apalagi dengan daerah tangkapan air seluas 60 km2, cekungan yang memasok air ke sumur zamzam dinilai tidak terlampau luas sebagai cekungan penadah hujan sehingga menurut http://www.kelair.bppt.go.id/ sumur tersebut secara hidrologi tetap memerlukan perawatan.
Oleh karena itu air siap saji yang kini bertebaran di sekitar Masjidil Haram dan Masjid Nabawi di Madinah konon merupakan air yang sudah diproses sehingga sangat aman diminum bahkan ada yang sudah didinginkan. Namun tentunya proses itu tidak mengubah rasa dan kandungan air tersebut.
Air zamzam secara kasat mata tidak berwarna dan tidak berbau, tetapi memiliki rasa yang berbeda, dengan pH 7,9-8,0, yang menunjukkan bahwa itu adalah basa sampai batas tertentu.
Dengan segala kisahnya, air zamzam menjadi barang yang paling dicari setiap musim haji tiba, baik oleh petugas pemeriksaan kopor jamaah di bandara kepulangan atau oleh para tamu yang mengucapkan selamat datang di Tanah Air.
Dengan segala kisahnya, air zamzam menjadi barang yang paling dicari setiap musim haji tiba, baik oleh petugas pemeriksaan kopor jamaah di bandara kepulangan atau oleh para tamu yang mengucapkan selamat datang di Tanah Air.
Oleh Gusti NC Aryani
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2016