Jakarta (ANTARA News) - Sekira 250 perusahaan hak pemegang konsesi Hak Pengelolaan Hutan (HPH) sudah dalam status tidak aktif, antara lain lantaran berkembangnya isu tentang kerusakan hutan, kata Direktur Jenderal Bina Produksi Kehutanan (BPK), Hadi Susanto Pasaribu. "Sejak 1990 telah terdapat 567 izin usaha HPH, tetapi banyak yang `berguguran` sehingga kini tinggal 317," katanya dalam lokakarya "Pengelolaan Hutan Lestari" di Jakarta, Selasa. Hadi mengungkapkan, 567 HPH yang pernah terdaftar memiliki cakupan luas 61 juta hektar, sedangkan kini tinggal 31 juta hektar dari 317 HPH yang masih aktif. Menurut dia, penurunan itu juga disebabkan berkembangnya isu kerusakan hutan yang menarik perhatian tidak hanya di tingkat nasional tetapi juga komunitas internasional. "Pusat atensinya lebih banyak kepada masalah konservasi biodiversitas, di mana tidak semua HPH memperhatikan konsep perlindungan biodiversitas," ujar Hadi. Ia memaparkan, sebenarnya terdapat pula HPH yang sangat peduli terhadap masalah lingkungan sehingga ada beberapa HPH yang mampu mempertahankan lokasinya sebagai tempat bermukimnya satwa liar dan langka. Tingginya perhatian dunia internasional, lanjut Hadi, ternyata membuat pemerintah Indonesia semakin banyak menerima bantuan dalam beragam bentuk, khususnya untuk daerah hutan produksi. Sebelumnya, Departemen Kehutanan menetapkan, 16 perusahaan di bidang kehutanan sebagai pemenang lelang Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Alam (IUPHHK-HA). Menurut siaran pers Dephut yang diterima ANTARA News di Jakarta, Senin (26/3), areal HPH seluas 775.154 hektar yang dilelang Dephut pada kurun 2006/2007 terletak di 16 Kabupaten yang tersebar di provinsi Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Papua, Maluku, dan Sumatera Selatan dan Jambi. (*)
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007