Jeddah (ANTARA News) - Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menyebut penambahan kuota jemaah haji, seiring selesainya perluasan Masjidil Haram, dapat membahayakan keselamatan jemaah jika tidak disertai dengan peningkatan fasilitas layanan, terutama di Mina.
"Penambahan kuota itu betul bagi kita akan memperpendek antrean tapi sebetulnya ini akan menjadi ancaman tersendiri karena kalau Mina tidak dibenahi dari sekarang,... justru penambahan kuota menjadi ancaman tersendiri bagi keselamatan jemaah," kata Menag di Jeddah, Arab Saudi, Jumat waktu Arab Saudi, jelang kepulangannya ke Tanah Air.
Menag menilai kondisi Mina saat ini sudah tidak memadai untuk kenyamanan jemaah walaupun kuota setiap negara telah dikurangi 20 persen. Ia terutama menyoroti tentang tenda dan jumlah toilet yang tidak memadai serta pengaturan arus keluar masuk jamaah menuju dan meninggalkan Mina.
"Misalnya tenda-tendanya tidak ditingkat, fasilitas pelayanannya, keberadaan toilet kamar mandi tidak ditambah, lalu juga jalan-jalan ke arah sana tidak ditata lebih ketat lebih baik. Anda bisa bayangkan sekarang yang masing-masing negara dikurangi 20 persen saja kondisi Mina sudah seperti itu," katanya.
Mina merupakan salah satu titik rawan bagi jemaah merujuk pada sejumlah insiden berdesak-desakan yang mengakibatkan jatuhnya korban jiwa. Insiden terakhir terjadi tahun 2015 saat jemaah dari berbagai bangsa berdesak-desakan di jalur 204 Mina saat akan melakukan lontar jumroh. Lebih dari 100 anggota jemaah haji Indonesia menjadi korban dalam peristiwa itu.
"Oleh karena itu kita tidak bisa sepihak melihatnya, tambah kuota tanpa infrastrukturnya dibenahi, karena alih-alih mendapatkan manfaat nanti yang didapat justru madharat yang tidak kita kehendaki. Jadi ini juga harus dilihat secara menyeluruh," katanya seraya menyebut salah satu yang paling mendesak ditingkatkan di Mina adalah jumlah toilet.
Pengamatan di lapangan, antrian toilet di Mina, hampir tidak pernah pendek. Setiap waktu sedikitnya ada sekitar 10 orang yang mengantri untuk menggunakan toilet. Antrian yang tidak pernah berhenti mengakibatkan kondisi toilet jauh dari memenuhi standar kebersihan. Padahal jamaah akan tinggal di Mina selama dua atau tiga hari.
Namun, Menag menyadari peningkatan fasilitas di Mina bukan merupakan keputusan Pemerintah Indonesia. "Ini sepenuhnya adalah Pemerintah Saudi Arabia jadi ini tantangan bagi kita untuk bisa meyakinkan pemerintah Saudi Arabia," katanya.
Lebih lanjut Menag menjelaskan prediksi penambahan kuota atau kembali ke kuota normal pada 2017, dari 155.200 menjadi sekitar 211.000, juga akan memberikan tantangan tersendiri pada pengaturan di Arafah dan Muzdalifah, terutama terkait dengan kapasitas tenda di Arafah dan daya tampung Muzdalifah.
"Kita bisa membayangkan betapa kompleksitas persoalan itu menjadi semakin complicated dan ini tentu menuntut adanya pengorganisasian dan sistem pemantauan yang lebih baik sehingga satuan operasi Arafah, Muzdalifah dan Mina misalnya harus diback up dengan dukungan petugas haji yang tidak hanya lebih banyak tapi juga kualitasnya memiliki kemampuan dalam bertugas," katanya.
Penambahan kuota menurut Menag juga akan memberikan tantangan signifikan dalam penyiapan akomodasi, transportasi dan katering. "Ini tidak sederhana," katanya.
Seiring dengan makin tingginya minat warga Indonesia untuk berhaji maka antrian untuk pergi berhaji di sejumlah daerah di Indonesia dapat mencapai lebih dari 20 tahun. Dalam beberapa waktu terakhir pemerintah terus didesak untuk mempersingkat antrian tersebut guna meredam upaya-upaya ilegal yang dilakukan warga untuk dapat berhaji.
Bulan lalu, puluhan warga Indoensia ditangkap di Filipina karena memalsukan dokumen agar dapat berhaji menggunakan kuota Filipina. Sementara saat ini dikabarkan ada sekitar 700 jamaah Indonesia dengan paspor Filipina ada di Mekkah, Arab Saudi.
Pewarta: Gusti NC Aryani
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2016