"Dengan adanya berbagai macam ide mengenai e-commerce yang menggunakan platform online, dan penjual pembeli dihubungkan secara elektronik, ini menimbulkan sesuatu persoalan yang sangat serius," kata Menkeu di Jakarta, Jumat.
Menkeu mengatakan pihaknya sedang mencari solusi yang memadai untuk mengatasi fenomena global atas transaksi perdagangan secara elektronik tersebut agar para pelaku usahanya bisa dikenakan pajak yang sesuai dengan aktivitas ekonominya.
Ia menambahkan saat ini tim dari Kementerian Keuangan sedang membuat kajian maupun proposal mengenai bentuk pemungutan pajak bagi pelaku usaha perdagangan secara daring, sebelum nantinya terbit peraturan pungutan pajak secara tertulis terkait hal tersebut.
"Saya sudah minta tim di Kemenkeu untuk melihat tren aktivitas ekonomi seperti ini dan pada saat yang sama melakukan perbandingan dengan negara lain agar jangan sampai membuat rezim peraturan yang tidak kompetitif, dan kita menjadi tidak mampu mengoleksi penerimaan negara," ujarnya.
Sementara itu, terkait dugaan perusahaan jaringan Google yang belum melaksanakan kewajiban perpajakan secara tepat di Indonesia, Menkeu mengatakan Direktorat Jenderal Pajak telah berupaya melaksanakan penegakan hukum sesuai peraturan perundangan yang berlaku.
"DJP tentu akan mencoba dan melindungi hak pemungut pajak kita berdasarkan peraturan UU. UU sudah jelas memberikan rambu-rambu aktivitas ekonomi yang bisa dikenakan obyek maupun subyek pajak, termasuk Bentuk Usaha Tetap (BUT) itu," katanya.
Namun, ia mengatakan apabila terdapat keberatan maupun gugatan dari pihak Google terkait ketentuan perpajakan di Indonesia, hal itu bisa diputuskan melalui mekanisme pengadilan pajak.
"DJP menggunakan pasal yang sama dan Google menggunakan argumentasinya, kita mempunyai wadah untuk mendiskusikan hal itu. Kalau kita sepakat untuk tidak sepakat ada peradilan pajak," ujar Menkeu.
Sebelumnya Direktorat Jenderal Pajak telah memantau perlakuan pajak dari Google, Twitter, Facebook maupun Yahoo dari April 2016 untuk menggali potensi penerimaan dari bisnis teknologi informasi yang saat ini telah berkembang pesat.
Menurut catatan Direktorat Jenderal Pajak, Google di Indonesia telah terdaftar sebagai badan hukum dalam negeri di KPP Tanah Abang III dengan status sebagai PMA sejak 15 September 2011 dan merupakan "dependent agent" dari Google Asia Pacific Pte Ltd di Singapura.
Dengan demikian, menurut Pasal (2) ayat (5) huruf (N) UU Pajak Penghasilan, Google seharusnya berstatus sebagai BUT, sehingga setiap pendapatan maupun penerimaan yang bersumber dari Indonesia berhak dikenakan pajak penghasilan.
Namun, Google menolak adanya pemeriksaan pajak lebih lanjut dari otoritas pajak Indonesia dan tidak mau adanya penetapan status sebagai BUT, sehingga pemerintah berencana untuk mengambil langkah hukum lanjutan yang lebih bersifat memaksa.
Pewarta: Satyagraha
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2016