“Bajaj belum jadi prioritas karena angkutan alternatif dan angkutan lingkungan,” kata Darmanintyas saat diskusi “Menata Transportasi Jakarta Menelisik Peran Angkutan Lingkungan Studi Kasus Angkutan Roda Tiga” di Jakarta, Kamis (15/9).
Menurut Darmaningtyas, yang diamanatkan dalam undang-undang adalah transportasi massal, sedangkan bajaj hanya dapat menampung dua penumpang.
Sementara itu, bajaj masih diperlukan sebagai angkutan lingkungan karena membantu masyarakat dalam transportasi jarak dekat.
Status bajaj, menurut Kepala Bidang Advokasi Masyarakat Trasnportasi Indonesia (MTI) ini, merupakan angkutan pilihan, sama seperti taksi sehingga sulit mendapat bantuan PSO dari pemerintah.
Bajaj, lanjut dia, tidak memiliki standard kelayakan, yang merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan bantuan tersebut.
Masalah yang masih ada di bajaj selain kenyamanan adalah mengenai tarif dan juga pengemudi yang ugal-ugalan.
Menurut Darmaningtyas, bajaj semestinya menggunakan argometer, seperti di India, namun Organda belum berkehendak menerapkannya.
Jurnalis otomotif yang turut menjadi narasumber dalam diskusi tersebut, Anton Chrisbiyanto, berpendapat bajaj masih dibutuhkan karena membantu transportasi jarak dekat.
Agar dapat melayani penumpang lebih baik, perlu perbaikan manajemen pengelolaan yang berbadan hukum melalui perseroan terbatas.
“Untuk mempermudah bajaj mempeorleh pembiayaan dari perbankan, untuk melindungi pengemudi dan penumpang dengan ikut program asuransi. Dengan adanya badan hukum, dia akan mudah memperoleh subsidi dalam hal perpajakan,” kata dia.
Dengan berbadan hukum, pemerintah akan lebih mudah menentukan tarif per kilometer, tarif atas dan bawah maupun tarif buka pintu.
Pewarta: Natisha Andarningtyas
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2016