Mataram (ANTARA News) - Majelis Ulama Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Barat mengakui masih banyak makanan dan minuman di daerah ini menggunakan label halal buatan sendiri alias "halal sablon".
"Menggunakan label halal sablon ini sama artinya membohongi diri sendiri dan orang lain, karena itu dibutuhkan kesadaran para pengusaha untuk membuat sertifikat halal yang sah dari Majelis Ulama Indonesia (MUI)," kata Ketua MUI Provinsi NTB H Syaiful Muslim di Mataram, Kamis.
Label "halal sablon", katanya, biasanya dicantumkan pada kemasan makanan dan minuman dengan kalimat, 100 persen halal, dijamin halal atau hanya kata halal saja.
Kendati MUI menemukan peredaran makanan dan minuman yang menggunakan label "halal sablon" di daerah ini cukup banyak, namun MUI belum dapat memberikan sanksi terhadap produsen yang melakukan hal itu.
"Sanksi akan kita berikan setelah peraturan pemerintah (PP) sebagai turunan Undang-Undang tentang Jaminan Halal dikeluarkan," katanya.
Karenanya, sambung Syaiful, untuk sementara ini pihaknya hanya dapat memberikan saran dan sosialisasi kepada produsen yang menggunakan label "halal sablon".
Pasalnya, jika label "halal sablon" dicantumkan pada kemasanan makanan dan minuman yang belum tentu dijamin kehalalannya dan terjadi hal yang tidak diinginkan kepada konsumen maka produsen bisa berurusan dengan hukum.
"Untuk itulah, produsen makanan dan minuman sebaiknya mengurus sertifikasi halal yang legal dari MUI," katanya.
Sertifikasi dan logo halal dari MUI memiliki ciri khas pada lingkaran halalnya bertuliskan Majelis Ulama Indonesia yang mudah untuk dikenali.
Di sisi lain, MUI NTB, mengajak semua produsen makanan dan minuman untuk segera mengurus sertifikat halal di MUI, karena tahun ini MUI memberikan pelayanan gratis kepada usaha kecil menegah (UKM).
Akan tetapi, hingga saat ini memang animo UKM masih kurang, sehingga permohonan penerbitan sertifikat halal gratis masih minim.
"UKM ini kadang enggan mengurus persyaratannya, yang antara lain harus memiliki pangan industri rumah tangga (PIRT), surat izin usaha perdagangan (SIUP) dan lainnya," katanya.
Padahal, sambungnya, jika produsen aktif mengurus persyaratannya, sertifikat halal bisa diterbitkan dalam waktu paling lambat 10 hari dari pengajuan setelah dilakukan audit oleh tim MUI.
"Biaya untuk penerbitan sertifikat halal bervariasi tergantung besar/kecil perusahaan, namun untuk UKM rata-rata biayanya Rp1.250.000, yang tahun ini digratiskan," kata Syaiful.
Pewarta: Nirkomala
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2016