Jakarta (ANTARA News) - Sejumlah organisasi kemahasiswaan menyatakan Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) sebaiknya dibubarkan, jika pemerintah tidak berhasil melakukan "demiliterisasi" di lembaga pendidikan akademik itu. Hal itu diungkapkan Ketua Umum Pengurus Besar Himpunan Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PB PMII), Fadil, dan Ketua Umum Pengurus Besar Himpunan Hahasiswa Islam (PB HMI), Fajar Zulkarnain, seusai bertemu dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, di Kantor Presiden, Jakarta, Selasa. PMII dan HMI bersama dengan organisasi kemahasiswaan lainnya, yakni Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI), Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) bertemu Presiden untuk menyampaikan rencana simposium nasional "Pendidikan dan Ketenagakerjaan" pada 12 April 2007 di Jakarta. "Saya kira yang sangat penting yang menjadi persoalan di IPDN adalah masalah kekerasan. Kami dan Presiden Yudhoyono sepakat agar kekerasan tidak terjadi lagi di dunia pendidikan, khususnya di IPDN," kata Fadil. Sebelumnya, Senin (9/4), Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengumumkan enam langkah yang akan dilakukan pemerintah terhadap IPDN, menyusul tewasnya seorang praja asal Sulawesi Utara (Sulut) Cliff Muntu akibat kekerasan yang dilakukan seniornya di lembaga pendidikan tersebut. Keenam langkah yang akan diambil pemerintah itu adalah pertama, membentuk tim evaluasi lintas departemen dengan tugas utama melakukan "demiliterisasi" terhadap lembaga pendidikan akademik itu. Kedua, pemerintah memutuskan penerimaan praja baru ditunda sekitar satu tahun untuk mempersiapkan penataan ulang sampai segalanya siap, sambil terus mengimplementasikan hasil evaluasi yang dilakukan. Sedangkan empat langkah lainnya adalah melanjutkan proses investigasi dan penegakkan hukum terhadap kasus meninggalnya praja Cliff Muntu hingga tuntas, pembekuan kegiatan internal praja "Wahana Bina Praja" baik di dalam ataupun di luar kampus, melakukan perubahan secara mendasar terhadap organisasi pengasuhan, serta melakukan pengawasan yang lebih ketat terhadap kegiatan praja baik kegiatan kurikuler maupun ekstra kurikuler baik di dalam maupun di luar kampus. Sementara itu, Ketua Umum PB HMI, Fajar Zulkarnain, mengemukakan IPDN seharusnya menjadi pencetak sumber daya manusia (SDM) untuk duduk di birokrasi pemerintahan. "Namun kalau pada prakteknya terjadi kekerasan yang mengakibatkan timbul korban, maka lembaga itu telah menyalahi paradigma pendidikan dan tidak sejalan dengan tujuan didirikannya IPDN," katanya. Ia menambahkan di akedemi militer dan kepolisian tindakan kekerasan seperti di IPDN itu tidak pernah ada. Terkait dinonaktifkannya dosen IPDN Inu Kencana akibat membocorkan sejumlah pelanggaran di IPDN, Fajar menyatakan tidak setuju jika pembeberan kasus dianggap sebagai suatu kesalahan. "Kami menolak penonaktifan dosen IPDN karena membocorkan. Namun proses hukum harus diselesaikan secara tuntas," katanya. (*)

Copyright © ANTARA 2007