Pontianak (ANTARA News) - Sebanyak 45 warga negara Tiongkok, Kamis, menjalani sidang perdana di Pengadilan Negeri Pontianak, terkait bekerja tanpa izin di Kalimantan Barat.
Ke-45 warga negara Tiongkok tersebut tiba di PN Pontianak menggunakan mobil Imigrasi Kelas IA Pontianak sekitar pukul 09.30 WIB yang dikawal oleh petugas Imigrasi setempat.
"Hari ini ada 45 yang menjalani sidang di PN Pontianak, dari 48 warga negara Tiongkok yang kami amankan sebelumnya, tiga tidak menjalani sidang karena saat diamankan dapat menunjukkan paspor, sementara sisanya tidak, sehingga diproses hukum di PN Pontianak," kata Plt Kepala Imigrasi Kelas III Ketapang, Agustinus di Pontianak.
Sebelumnya, Tim Pengawasan Orang Asing (Timpora) Kalbar, Rabu (31/8) mengamankan sebanyak 48 orang warga negara Tiongkok karena masuk ke Kabupaten Ketapang dan Kayong Utara tanpa dokumen resmi.
Sebagian di antara mereka yang diamankan itu pada Rabu (31/8), kata Kasubag PPHTI Kanwil Kemenkum HAM Kalbar Ardian Setiawan.
Mereka diamankan berawal dari pencegatan terhadap 27 warga negara Tiongkok di Bandara Rahadi Usman Ketapang karena tidak dapat menunjukkan dokumen resmi, seperti paspor, dan "overstay" selama 6 hari untuk izin tinggal.
Timpora mendapatkan informasi kembali dari masyarakat kalau ada lagi sekitar 10 WNA yang tinggal di rumah penduduk Kampung Sampit.
Mendapat informasi itu, kata Ardian, Timpora langsung menuju TKP dan mengamankan mereka. Keesokan harinya, Kamis (1/9), Timpora mengamankan kembali tujuh WNA dari lokasi PT Sepco Sub Kontraktor PT WHW, kemudian mengamankan empat WNA di Hotel Brenton Ketapang.
Pada Kamis (1/9), Timpora mengamankan 11 orang. Mereka hanya bisa menunjukkan fotokopi paspor.
Saat ini, kata dia, ke-48 orang tersebut sudah diamankan di Kantor Imigrasi Pontianak untuk menjalani pemeriksaan lebih lanjut.
"Jika nantinya ditemukan pelanggaran, akan diproses sesuai dengan ketentuan yang berlaku," ujarnya.
Ia menambahkan bahwa proses hukum tidak hanya kepada WNA tersebut, tetapi juga kepada para penjamin dan sponsor WNA tersebut.
Pewarta: Andilala
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2016