Jakarta (ANTARA News) - Ahli toksikologi kimia dari Universitas Indonesia, Dr rer nat Budiawan, mempertanyakan metode yang digunakan ahli racun untuk menentukan kadar sianida dalam tujuh barang bukti yang terlampir dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) saat sidang perkara kematian Wayan Mirna Salihin di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu.

Sebelumnya, ketua tim penasihat hukum terdakwa Jessica Kumawa Wongso, Otto Hasibuan, menjelaskan bahwa barang bukti (BB) nomor 1 dan 2 adalah es kopi Vietnam Mirna, BB 3 adalah kopi pembanding, BB 4 adalah cairan lambung 70 menit setelah Mirna tewas, BB 5 sampai 7 adalah cairan sampel lambung Mirna.

Menurut BAP, BB1 konsentrasi sianidanya 7.400mg per liter. Otto bertanya kepada Budiawan mengenai konsentrasi sianida di BB 1: "Atas hal ini, apa yang bisa ahli simpulkan?"

Pertanyaan Otto membuat Budiawan mengaku bingung.

"Ketika menuduh pakai sianida, itu pakai cara apa ya? Jadi, tentunya dalam posisi peneliti atau akademisi harus pakai metode. Jadi metode apa yang dipakai buat mencari hasil ini?" kata Budiawan.

"Kami sebagai analisis toksikologi bingung, ini metode apa yang digunakan. Ini sianida, tapi tak jelas. Kami tidak tahu apa yang digunakan," jawab Budiawan.

Kemudian Budiawan mengatakan bahwa bila sampai ada 7.400 mg per liter sianida dalam kopi Mirna pada 6 Januari sesuai BAP, maka seharusnya semua orang yang ada di dekat Mirna saat di Kafe Olivier saat itu akan terkena dampak dari racun sianida itu, minimal mencium baunya.

"Di sini (BAP) disebutkan ada 7.400 mg per liter sianida. Itu batas kebauan yang luar biasa karena sangat membahayakan sianida. Kalau sampai sebesar itu bau gasnya ke mana-mana dan sekeliling akan terkena baunya," kata Budiawan.


Pewarta: Alviansyah Pasaribu
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2016