Jakarta (ANTARA News) - Ketua Mahkamah Agung (MA) Bagir Manan berpendapat tindak pidana korupsi tidak termasuk kejahatan yang luar biasa atau ektraordinary, karena itu sebaiknya pengadilan ad hoc tidak perlu dikembangkan ke seluruh wilayah Indonesia. "Landasan hukum pemberantasan tindak kejahatan korupsi itu ya itu-itu saja, KUHP dan UU Antikorupsi, tidak ada yang aneh karena sifat dari kejahatan itu sendiri dari dulu sudah terjadi," katanya ketika memberikan sambutan dalam pembukaan pendidikan khusus profesi advokat di Jakarta, Senin. Di depan peserta pendidikan yang dilaksanakan Dewan Pimpinan Pusat Asosiasi Advokat Indoneia (AAI) bekerjasama dengan Universitas Pelita Harapan itu, Bagir mengatakan karena korupsi bukan merupakan tindakan yang ektraordinary maka sebaikya pengadilan yang bersifat ad hoc (sementara) tidak perlu dikembangkan. "Saya akan menganalisa secara akademis," katanya seraya menjelaskan bahwa munculnya berbagai pengadilan ad hoc tersebut disebabkan dua masalah. Pertama, karena kurangnya kepercayaan masyarakat terhadap peranan hukum di Indonesia. Turunnya kepercayaan itu sendiri dapat disebabkan berbagai macam, seperti adanya intervensi pihak lain kepada pengadilan, adanya desakan dari kelompok penguasa atau adanya publik opini yang digalang melalui pemberitaan. Kedua, situasi yang abnormal. "Kalau situasinya abnornal, mari kita sama-sama ciptakan situasi yang normal, tidak perlu membuat berbagai bentuk perangkat hukum yang sifatnya sementara," katanya sambil mempertanayakan apakah benar kualitas hakim pengadilan ad hoc ilebih piawai dari hakim pengadilan negeri reguler. Menurut dia, jika pengadilan ad hoc untuk menekan tindakan kejahatan korupsi akan diperluas ke berbagai daerah, maka minimal akan diperlukan lebih 2.000 hakim. "Hal itu bukan hanya menjadi masalah bagi hakim reguler, tetapi juga soal anggarannya," katanya. Ketika menjawab pertanyaan, ia mengatakan pendapat korupsi bukan kejahatan ektraordinary (luarbiasa) juga pernah dilontarkan praktisi hukum Prof. Dr. Ahmad Ali. Dikatakannya bahwa pakar hukum pidana itu sendiri juga mempunyai pesepsi sama, yakni korupsi merupakan tindak kejahatan biasa, meskipun pendapat itu banyak ditentang oleh pihak lainnya. Sementara itu, Ketua DPP AAI Deny Kailimang, SH, MH mengatakan para advokat adalah pembantu hakim dalam mengusahakan keputusan yang benar. Oleh karenanya, seorang advokat harus profeional di bidangnya, yaitu mengabdikan ilmunya secara konsisten dan tidak takut risiko yang mungkin terjadi karena adanya pengapdian itu.(*)
Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2007