"Salah satu faktor pemicunya adalah konsumsi pemerintah yang turun menjadi tiga persen setelah pemangkasan anggaran," kata Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Suahasil Nazara dalam rapat kerja bersama Badan Anggaran DPR RI di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa.
Faktor lain yang mempengaruhi, ia menjelaskan, adalah investasi yang belum tumbuh karena lemahnya permintaan domestik serta kinerja ekspor dan impor yang kurang baik.
Suahasil menjelaskan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,0 persen tersebut didapat dari rata-rata pertumbuhan semester I 2016 yang berada di level 5,04 persen dan proyeksi Kementerian Keuangan terhadap pertumbuhan di semester II 2016 pada level 5,0-5,1 persen.
Namun Suahasil memberi catatan bahwa pertumbuhan ekonomi 2016 masih bisa di atas 5,0 persen meski tidak akan mencapai 5,1 persen.
"Bisa jadi 5,05; 5,06 (persen), sekitar angka-angka itu. Artinya kalau lebih dari 5,0 persen tidak akan lebih dari 5,1," katanya.
Proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2016 sebesar 5,0 persen masih di bawah target yang ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) Tahun Anggaran 2016 yakni 5,2 persen.
Sementara inflasi 2016 diperkirakan 3,5 persen melihat pada inflasi Agustus yang tercatat 2,79 persen (tahun ke tahun) dan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS di level Rp13.300 dengan kurs rupiah yang hingga Agustus mencapai Rp13.348 per dolar AS.
Di samping itu, suku bunga Surat Perbendaharaan Negara (SPN) tiga bulan diperkirakan 5,4 persen pada akhir tahun, harga minyak rata-rata 40 dollar AS per barel, dan migas yang siap dijual 1,15 juta barel setara minyak per hari.
Pewarta: Aditya Ramadhan
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2016