Denpasar (ANTARA News) - Gubernur Bali Made Mangku Pastika mengharapkan teknologi "stem cell" atau pengobatan melalui pengambilan dan pengembangbiakan sel-sel bagian tubuh yang sehat dapat menjadi salah satu metode terapi di Rumah Sakit Bali Mandara.
"Saya kira stem cell ini tren baru dalam dunia pengobatan yang sangat bagus walaupun belum diakui secara resmi, dan apabila sudah diakui kemungkinan bisa mengancam pabrik obat, itu yang menjadi masalah," kata Pastika saat berorasi pada Podium Bali Bebas Bicara Apa Saja (PB3AS), di Denpasar, Minggu.
Menurut dia, jumlah obat-obatan saat ini sekitar 30 ribu, jika stem cell diakui maka akan hanya ada sekitar 40 macam obat saja, dan tentu saja banyak pabrik obat yang akan tutup. Hal itu yang didengarnya masih menjadi perdebatan. Namun, kalau ini bisa bermanfaat bagi kesehatan, tentu sangat luar biasa.
Pastika menambahkan, sel yang baik untuk dimanfaatkan dalam terapi ini adalah yang berasal dari ari-ari atau plasenta, dan ini jika dilihat dari keyakinan di Bali memiliki korelasi dengan konsep kepercayaan Kanda Pat, karena setiap manusia yang lahir dipercaya dijaga oleh empat saudaranya yang terdapat dalam ari-ari.
"Kepercayaan di Bali yang masih dipelajari dan diterapkan sampai saat ini yakni kepercayaan Kanda Pat yang melindungi kita yang berada dalam ari-ari, ternyata ini bukan kepercayaan spiritual semata, ternyata ada penjelasan ilmiahnya juga dalam terapi tersebut, dan mungkin ada daya magis juga," ujarnya.
Dalam terapi "stem cell" bagian sel-sel tubuh yang sehat yang digunakan seperti sumsum tulang belakang maupun plasenta. Terapi ini pada saat sekarang jadi alternatif pengobatan penyakit kronis seperti jantung, kanker dan diabetes, bahkan bagi kecantikan.
Pastika berharap hal tersebut agar didiskusikan lebih lanjut oleh para ahli kesehatan di Pulau Dewata, kemudian dapat diterapkan di RS Bali Mandara yang merupakan rumah sakit daerah berstandar internasional yang saat ini sedang dalam tahap pembangunan.
Mantan Kapolda Bali ini pun menanggapi informasi tentang penghasilan profesi perawat swasta yang di bawah standar upah minimum regional (UMR).
Baginya hal tersebut merupakan permasalahan serius, melihat begitu besarnya peran pekerja kesehatan seperti dokter, perawat dan bidan, yang sewajarnya mendapatkan penghasilan yang setara.
Apalagi ketika melihat begitu besarnya biaya yang harus dikeluarkan saat para penyandang profesi tersebut menempuh pendidikannya.
Pewarta: Ni Luh Rhismawati
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2016