Palembang (ANTARA News) - Tata niaga penjualan karet dari petani hingga ke pabrik harus disederhanakan karena selama ini terlalu panjang dan melibatkan dua hingga tiga tingkat perantara.
Ketua Gabungan Pengusaha Karet Indonesia Provinsi Sumatera Selatan Alex K Eddy di Palembang, Minggu, mengatakan, jika pabrik dapat mengambil langsung maka setidaknya petani akan lebih besar marginnya.
"Ini yang menjadi persoalan sehingga harga karet di tingkat petani ada selisih cukup jauh dengan harga beli pabrik," kata dia.
Seharusnya, jika rantai penjualan karet dapat dipotong maka petani bisa menjual getah karet menyamai harga di pabrik yakni dikisaran Rp7.000 per kg.
Sedangkan saat ini karena ada pedagang perantara membuat harga jual petani hanya Rp4.000 per kg.
"Jika menyuruh pabrik di buat di kawasan perkebunan, saya rasa hal ini tidak mungkin. Satu-satunya cara yakni membenahi infrastruktur jalan karena di beberapa kawasan perkebunan masih harus ditempuh perjalanan darat ke kota dalam 8-9 jam (seperti dari Muarabeliti ke Palembang)," kata dia.
Lantaran itu, pedagang perantara terpaksa mengutip harga yang rendah karena harus mengeluarkan biaya transfortasi yang tinggi.
"Ini yang terkadang membuat serba salah, petaninya sendiri tidak memiliki kendaraan untuk menjual langsung ke pabrik sehingga sangat membutuhkan pedagang perantara, sementara pedagang perantara ini terkadang memberikan harga yang murah sekali," ujar dia.
Harga karet di tingkat petani anjlok sejak pertengahan 2014 di kisaran Rp4.500 karena lemahnya penyerapan ekspor akibat pelemahan ekonomi global.
Sebelumnya, Pemkab Ogan Komering Ilir menyatakan siap membantu dana bagi warga yang ingin membersihkan lahannya dari pohon karet untuk dijadikan sawah.
Bantuan ini untuk merespon keinginan warganya setelah tertekan perekonomiannya dalam dua tahun terakhir akibat penurunan harga karet
Pewarta: Dolly Rosana
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2016