Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah melakukan penyelidikan untuk mengumpulkan bukti tentang adanya aliran dana non bujeter Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) ke DPR. Juru bicara KPK Johan Budi SP di Gedung KPK, Jakarta, Senin, mengatakan, sampai saat ini KPK baru mengetahui adanya aliran dana ke DPR dari pengakuan Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Rokhmin Dahuri, serta daftar aliran dana keluar yang dibuat oleh Mantan Sekjen DKP, Andin H Taryoto. Selama ini, lanjut Johan, KPK berkonsentrasi pada pengumpulan dana non bujeter di DKP yang dilakukan secara melawan hukum. "Tapi kemudian berkembang, bahwa menurut Rokhmin, ada aliran dana ke DPR. Jadi sekarang KPK tengah menyelidiki untuk menemukan bukti penerimaan dana dari para anggota DPR," ujarnya. Dari pemeriksaan terhadap Rokhmin dan saksi-saksi lainnya, Johan mengatakan, KPK belum menemukan bukti penerimaan berupa kuitansi atau sejenisnya dari para anggota DPR. "Kita butuh bukti untuk menyatakan penerimaan oleh anggota DPR itu sebagai gratifikasi," katanya. KPK, lanjut dia, juga masih harus membuktikan bahwa penerimaan oleh anggota DPR itu dimaksudkan agar ia tidak melakukan atau melakukan sesuatu yang bertentangan dengan kewenangannya. Selain menyebutkan bahwa anggota DPR periode 1999-2004 menerima aliran dana Rp500 juta untuk pembahasan RUU Kelautan, Rokhmin juga menyebutkan, beberapa ormas menerima dana DKP itu. Rokhmin juga membeberkan, setelah masa jabatannya, DKP juga masih "menebar" uang ke DPR sekitar Rp700 juta, untuk pembahasan berbagai RUU yang berkaitan dengan DKP. Namun, Johan mengatakan, KPK terbatas kewenangannya hanya untuk menyelidiki penyelenggara negara yang melakukan korupsi atau menerima suap. "Jadi, tidak mungkin bagi KPK untuk menyelidiki ormas-ormas itu," ujarnya. KPK, lanjut Johan, sampai saat ini belum menjadwalkan pemanggilan terhadap para anggota DPR yang diduga menerima dana non bujeter DKP. Apabila KPK nantinya berhasil menemukan bukti penerimaan dana oleh anggota DPR, Johan mengatakan, KPK akan menangani kasus tersebut secara terpisah dari kasus Rokhmin Dahuri.(*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2007