Cilegon (ANTARA News) - Ormas Islam Al-Khairiyah yang bepusat di Citangkil, Kota Cilegon, Banten, berencana menggelar Muktamar IX pada 21-23 Oktober 2016, dan mengundang Presiden Joko Widodo untuk membuka kegiatan tersebut.
"Undangannya sudah kami kirimkan dua pekan lalu," kata Ketua Panitia Pelaksana Muktamar IX Al-Khairiyah, Ali Mujahidin, di Cilegon, Kamis.
Menurut Ali, muktamar akan dihadiri sekitar 1.000 orang peserta dari ratusan lembaga pendidikan Al-Khairiyah dan pengurus yang tersebar di sejumlah provinsi di Indonesia.
Ali mengatakan, agenda inti muktamar tersebut yakni pergantian Pengurus Besar Al-Khairiyah yang saat ini diketuai Hikmatullah Syamun.
"Mukamar juga akan dimeriahkan dengan kehadiran pelantun lagu religi islami, Opick dan Puput Melati juga akan hadir sebagai juri acara lomba hijab sebagai rangkaian acara muktamar," kata Ali.
Ketua Umum PB Al-Khairiyah Hikmatullah Syamun mengatakan, dirinya berharap kepemimpinan Al-Khairiyah akan jatuh ke tangan para kader muda Al-Khairiyah. Sehingga dengan tenaga muda akan lebih mendorong Al-Kairiyah menjadi organisasi yang terus berkembang lebih besar.
"Di tangan kader muda saya yakin Al-Khairiyah akan lebih besar dan maju lagi dalam melayani umat," kata Hikmatullah.
Sementara itu, Ketua Majelis Syuro PB Al-Khairiyah Chatib Rasyid mengatakan, muktamar akan lebih menegaskan independensi Al-Khairiyah, tidak berafiliasi pada organisasi manapun dan akan membawa misi untuk kemajuan umat Islam sebagaimana yang telah dicanangkan oleh KH Syamun sebagai pendiri.
A-Khairiyah didirikan oleh KH Syamun pada 1916 sebagai sebuah pondok pesantren di Citangkil, Cilegon yang saat itu masuk ke dalam wilayah Serang.
Pada tahun 1925, Syamun yang kemudian menjadi salah satu Komandan Peta di Banten serta menjadi Bupati Serang pertama, merevitalisasi pondok pesantren Al-Khairiyah yang didirikannya menjadi sebuah perguruan Islam dengan metode belajar yang terhitung modern pada jamannya.
Saat itu, Ki Syamun yang merupakan Cucu dari tokoh Geger Cilegon Ki Wasyid, mendirikan sekolah rakyat dengan bahasa pengantar Bahasa Belanda, dimana Belanda masih menjajah Indonesia saat itu.
Seiring waktu lembaga pendidikan Al-Khairiyah kemudian menyebar ke sejumlah provinsi di Indonesia, seperti Lampung, Palembang, Jambi, DKI Jakarta dan Jawa Barat.
Pewarta: Mulyana
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2016