Jakarta (ANTARA News) - Departemen Perdagangan tidak akan menerapkan pengaturan ekspor minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) mengingat komoditas tersebut merupakan salah satu produk ekspor andalan Indonesia. "Sebaiknya tidak ada pengaturan apapun, semakin diatur semakin banyak lubangnya," kata Dirjen Perdagangan Luar Negeri Diah Maulida di Jakarta, Senin. Pengenaan kuota ekspor atau Pungutan Ekspor (PE), lanjut Diah, harus dihitung untung ruginya terhadap kinerja ekspor. Untuk mendorong pengembangan industri CPO hilir, Depdag mengusulkan adanya pemberian insentif. "Kita tidak ingin pasar yang sudah ada itu jadi terganggu,jadi harus sangat hati-hati, kalau dikenakan kuota atau PE untungnya apa dan ruginya apa, pasti nanti kesimpulannya yang ini (industri hilir) diberi insentif seperti pembebasan PPN atau apalah yang lain, nah, itu belum selesai," jelasnya. Menurut Diah, pengaturan ekspor akan mengganggu kinerja ekspor CPO yang sudah jelas pangsa pasarnya. Sementara itu, pasar produk industri hilir masih harus dilakukan pemetaan terlebih dahulu. "Berapa sih oleokimia bisa kita ekspor, demand dunia? Kita belum punya petanya karena semuanya tidak hanya dari CPO. Begitu CPO mahal, bisa ganti dengan soyabean, redbit, alternatifnya banyak," paparnya. Pemerintah, lanjut Diah, masih akan menghitung kebutuhan dunia dan dalam negeri serta mencari strategi untuk menghadapi Malaysia yang merupakan pesaing utama ekspor CPO. "Jadi harus hati-hati menghitung itu. Jangan menswitch dari CPO yang sudah punya pasar demi yang downstream (hilir) kemudian jadi salah perhitungan," ujarnya. Ekspor CPO selama periode Januari-Oktober 2006 mengalami peningkatan 23,4 persen dibanding periode yang sama tahun sebelumnya yaitu dari 3,1 miliar dolar AS menjadi 3,9 miliar dolar AS. Pada 2001, ekspor CPO Indonesia baru mencapai 1,1 miliar dolar AS. India dan Cina merupakan dua negara tujuan ekspor CPO Indonesia.(*)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2007