Jakarta (ANTARA News) - Peraturan Mahkamah Agung tentang Tanggung Jawab Pidana Korporasi yang nantinya bisa digunakan untuk menindak korporasi yang terlibat perkara korupsi segera terbit.
"Tunggu saja, sebentar lagi akan ditandatangani," kata Hakim Agung Surya Jaya di gedung KPK Jakarta, Kamis.
Namun Surya tidak mengatakan kapan tepatnya peraturan itu akan ditandatangani. "Tunggu saja sebentar lagi, draft-nya sudah selesai," tambah dia.
Peraturan tersebut disusun oleh Mahkamah Agung, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kepolisian, dan Kejaksaan Agung. Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarief menjadi ketua panitia penyusun peraturan tersebut.
Landasan hukum untuk menangani korupsi korporasi sebenarnya sudah ada dalam Pasal 20 No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Pasal tersebut menjelaskan bahwa dalam hal tindak pidana korupsi dilakukan oleh atau atas nama suatu korporasi, maka tuntutan dan penjatuhan pidana dapat dilakukan terhadap korporasi dan atau pengurusnya (ayat 1).
Ayat keduanya menyebutkan, tindak pidana korupsi dilakukan oleh korporasi apabila tindak pidana tersebut dilakukan oleh orang-orang, baik berdasarkan hubungan kerja maupun berdasarkan hubungan lain, bertindak dalam lingkungan korporasi tersebut baik sendiri maupun bersama-sama.
Tetapi bentuk hukuman kejahatan korporasi hanyalah berupa denda (ayat 7).
KPK membutuhkan Peraturan Mahkamah Agung itu untuk memungkinkan hukuman penjara dan denda dalam perkara korupsi.
Sampai sekarang KPK belum pernah menjerat korporasi dalam kasus korupsi meski direksi perseroan sudah banyak yang menjadi terpidana.
Sampai saat ini hanya ada satu kasus korupsi korporasi yang berhasil dibawa ke persidangan, yaitu kasus korupsi PT Giri Jaladhi Wana dalam proyek pembangunan Pasar Sentra Antasari yang disidik Kejaksaan Negeri Banjarmasin.
PT Giri dihukum membayar denda Rp1,3 miliar dan hukuman tambahan penutupan sementara selama enam bulan.
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2016