Jakarta (ANTARA News) - Wakil Ketua DPR, Fahri Hamzah, meminta pemerintah berhati-hati terkait tawaran pemerintah Filipina yang akan membebaskan sekitar 700 calon haji Indonesia untuk dibarter dengan terpidana mati Mary Jane Fiesta Veloso.
"Ya dipertimbangkan saja secara matang," kata Hamzah, di Gedung Nusantara II DPR, Jakarta, Kamis.
Menurut dia, pertama-tama harus dipikirkan pemerintah adalah, apakah sepadan pertukaran WNI pemegang paspor palsu dengan terpidana mati kasus narkoba.
Selain itu menurut dia, terkait masalah paspor palsu, bagaimanapun oknum dari Filipina juga terlibat dalam kasus itu.
"Tidak mungkin jemaah Indonesia mendapatkan paspor itu tanpa bantuan dari oknum di Filipina. Maka apakah 700 tahanan setara dengan satu nyawa, nah itu dibandingkan," ujarnya.
Hamzah menilai, pemerintah Indonesia harus berdiskusi dengan berbagai pihak sebelum memutuskan menerima barter itu.
Anggota Komisi I DPR, Zainuddin Amali, menilai kedua kasus itu memiliki tingkat pelanggaran hukum yang berbeda sehingga tidak tepat apabila dilakukan barter.
Menurut dia, masalah WNI yang berangkat haji menggunakan paspor Filipina merupakan penyalahgunaan keimigrasian.
"Penyalahgunaan keimigrasian berbeda dengan kasus narkoba, sehingga tidak perlu ada barter," ujarnya.
Dia meminta pemerintah memperhitungkan secara matang sebelum mengambil keputusan, dengan mendengarkan masukan dari para ahli.
"Jadi biarlah hukum berjalan, kalau ini (kasus Mary Jane) hukuman mati, kalau yang di sana masalah paspor," katanya.
Sebelumnya, Menteri Hukum dan HAM, Yasonna H Laoly, mengatakan, Presiden Filipina, Rodrigo Duterte, menyetujui tidak memidanakan 700-an calon haji asal Indonesia yang menggunakan paspor Filipina.
Keputusan itu diambil setelah Jokowi menemui Duterte di sela-sela pertemuan negara-negara G20 di Hangzhou, China.
Namun menurut Laoly, persetujuan itu tidak gratis, pemerintah turut mempertimbangkan terkait status hukum terpidana mati kasus narkoba asal Filipina Marry Jane.
Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2016