Jakarta (ANTARA News) - Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antar bank di Jakarta pada Rabu sore bergerak menguat sebesar 49 poin menjadi Rp13.078, dibandingkan posisi sebelumnya di Rp13.127 per dolar AS.
Pengamat pasar uang Bank Woori Saudara Indonesia Tbk, Rully Nova di Jakarta, Rabu, mengatakan bahwa data-data ekonomi Amerika Serikat yang belum lama dirilis mencatatkan perlambatan masih menjadi pemicu bagi dolar AS mengalami tekanan terhadap mayoritas mata uang dunia, termasuk rupiah.
"Lemahnya data ekonomi Amerika Serikat meredam kenaikan suku bunga acuan The Fed dalam waktu dekat. Kondisi itu membuat aset berdenominasi dalam bentuk dolar AS menjadi kurang menarik sehingga investor cenderung melirik aset berisiko yang masih menawarkan imbal hasil tinggi," ujarnya.
Ia mengemukakan bahwa indeks non-manufaktur Amerika Serikat pada Agustus tercatat sebesar 51,4 persen, lebih rendah dari bulan sebelumnya dan juga di bawah konsensus pasar yang sebesar 55,0 persen. Data lainnya, yakni total penggajian pekerjaan non-pertanian AS juga di bawah konsensus pasar, hanya mencapai 151.000 pada Agustus.
Dari dalam negeri, lanjut dia, sentimennya juga masih cukup menopang mata uang rupiah. Program pemerintah mengenai amnesti pajak masih menjadi harapan bagi investor pasar uang.
"Program itu diharapkan berjalan sesuai target yang akhirnya dapat mendukung pertumbuhan ekonomi nasional ke depan," katanya.
Kepala Riset Monex Investindo Futures Ariston Tjendra menambahkan bahwa salah satu pejabat Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) akan memberikan kesaksian mengenai kebijakan moneter Amerika Serikat ke depan.
"Dolar AS dapat kembali tertekan jika FOMC memberikan sinyal dovish," katanya.
Sementara itu, dalam kurs tengah Bank Indonesia (BI) pada Rabu ini mencatat nilai tukar rupiah bergerak menguat menjadi Rp13.086 dibandingkan hari sebelumnya (6/9) Rp13.162.
Pewarta: Zubi Mahrofi
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2016