"Hotel di Madinah, sejumlah 115 buah untuk jamaah Indonesia terletak di ring satu. Tapi di Makkah tidak seperti itu karena masih ada hotel dengan jarak mencapai 4.398 meter dari Masjidil Haram," kata Iskan lewat keterangan tertulisnya yang diterima di Jakarta, Selasa.
Menurut dia, jarak tersebut tergolong jauh sehingga menyulitkan anggota jamaah lanjut usia ke Masjidil Haram. Kementerian Agama selama juga belum transparan menyangkut fasilitas bagi jamaah haji Indonesia di Tanah Suci.
Selama ini, kata dia, Kementerian Agama hanya menyampaikan data yang sangat normatif dan tidak substantif. Hal itu membuat Komisi VIII DPR kurang optimal dalam fungsi pengawasan.
"Data yang disampaikan hanya sekitar tahapan penyelenggaraan haji yang sebenarnya tidak terlalu dibutuhkan. Namun pada waktu yang sama proses tender, pengelolaan APBN dan dana masyarakat yang dikelola Kemenag seolah tertutup rapat," kata politisi PKS Daerah Pemilihan Sumatera Utara II ini.
Belum idealnya fasilitas bagi jamaah haji Indonesia, menurut Iskan, semakin menguatkan upaya untuk memisahkan antara regulator dan operator dalam penyelenggaraan haji. Apalagi Kemenag mengendalikan dana lebih dari Rp50 triliun yang belum dikelola dengan optimal sehingga berdampak pada pelayanan bagi jamaah Indonesia.
"Untuk petugas haji saja, tercatat saat ini di Makkah berjumlah 856 orang, PPIH Kemenag sebanyak 267 orang, PPIH Kemenkes 162 orang. Belum lagi tenaga musiman Kemenag berjumlah 159 orang, temus Kemenkes 159 orang dan temus transportasi 118 orang. Namun dengan jumlah sebanyak itu, terlihat layanan masih di bawah standar," kata dia.
Belum maksimalnya pelayanan haji tersebut, kata dia, juga berlaku untuk fasilitas kesehatan. Hal itu sebagaimana tercatat di Kementerian Kesehatan bahwa jamaah haji Indonesia yang meninggal sebanyak 70 orang karena menderita sakit jantung.
"Banyaknya korban meninggal karena jantung itu, disebabkan fasilitas kesehatan tidak memadai. Selama ini fasilitas hanya sekelas klinik pratama, padahal Indonesia harusnya punya rumah sakit sendiri di Saudi," kata dia.
Pewarta: Anom Prihantoro
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2016