"Menurut saya, penangkapan dan penahanan oleh badan intelijen dalam isu besar seperti terorisme, perdagangan manusia, dan pencucian uang, bisa dimungkinkan ketika penegak hukum tidak mengeksekusi laporan intelijen," kata Boni dalam sebuah diskusi di Jakarta, Rabu.
Perluasan kewenangan BIN, kata dia, harus ditetapkan secara spesifik dan bersyarat, kemudian dituangkan dalam revisi UU Nomor 17 Tahun 2011 tentang Intelijen Negara.
Penangkapan dan penahanan oleh badan intelijen juga harus ditetapkan berdasarkan kasus dan kondisi tertentu.
"Misalnya BIN sudah memberi laporan kepada kepolisian tentang modus operandi dan pelaku perdagangan manusia, tetapi dalam jangka waktu tertentu setelah laporan masuk ternyata tidak diproses oleh penegak hukum, maka undang-undang harus memberi perintah kepada BIN untuk melakukan tugas penangkapan dan penahanan," ujar Boni.
Berkaitan dengan pencalonan Komjen Pol Budi Gunawan (BG) sebagai Kepala BIN oleh Presiden Joko Widodo, Boni berharap BG dapat menjalin koordinasi intensif baik dengan aparat penegak hukum maupun lembaga-lembaga intelijen lain, dalam menangani ancaman terhadap pertahanan dan keamanan negara.
Selama ini, menurut dia, BIN gagal menjalankan fungsi kontrol terhadap lembaga-lembaga intelijen di bawahnya seperti lembaga intelijen kepolisian, kejaksaan, dan bea cukai, karena lemahnya koordinasi yang berakibat pada tingginya ego sektoral masing-masing institusi.
"Ini menyebabkan informasi intelijen yang disampaikan kepada Presiden menjadi simpang siur, bias, dan tumpang tindih," kata Direktur Lembaga Pemilih Indonesia (LPI) itu.
Sementara itu, mantan juru bicara Presiden Abdurrahman Wahid, Adhie Massardi menilai BIN tidak perlu diberi kewenangan lebih selain tugas penyadapan, pemeriksaan aliran dana, dan penggalian informasi.
Menurut dia, BIN sudah cukup memiliki kewenangan penangkapan secara rahasia (undercover) terhadap pihak-pihak yang dianggap mengancam keamanan negara.
"Penambahan kewenangan itu tidak benar. Kalau mau menangkap terang-terangan BIN bisa bekerja sama dengan kepolisian," kata Adhie.
Pewarta: Yashinta Difa
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2016