Lebak (ANTARA News) - Kasus kekerasan seksual di Kabupaten Lebak, Provinsi Banten, memprihatinkan karena pelaku dan korban yang sama-sama usia anak-anak.

"Kami terus mengoptimalkan sosialisasi kepada masyarakat dan stakeholder yang terkait guna mengantisipasi pencegahan kekerasan seksual anak-anak," kata Kepala Bidang Pemberdayaan Perempuan Badan Pemberdayaan Perempuan Keluarga Berencana (BP2KB) Kabupaten Lebak, Nani Suryani di Lebak, Selasa.

Selama ini, kasus kekerasan seksual yang menimpa anak-anak sangat menonjol karena terbukti sepanjang Januari-Agustus 2016 tercatat 15 kasus.

Mereka pelakunya beragam mulai usia lanjut, dewasa, anak baru gede (ABG) dan anak.

Bahkan, diantaranya pelaku kekerasan seksual juga seorang tenaga pendidik yang memperkosa dua siswanya itu.

Pelaku itu sudah divonis hukuman penjara selama delapan tahun oleh Pengadilan Negeri Rangkasbitung.

Selain itu juga kasus kekerasan dialami pelaku dan korban yang sama-sama masih berusia anak-anak, mereka korban berusia 12 tahun dan pelaku 14 tahun.

Mereka korban yang kini masih duduk bangku Sekolah Dasar (SD) dan pelakunya Sekolah Menengah Pertama (SMP).

Namun, kekerasan yang menimpa anak-anak hingga kini belum mendapat hukuman berat, sehingga tidak menjadikan rasa jera bagi pelakunya.

Misalnya, ujar dia, pelaku kekerasan seksual anak yang dilakukan oknum guru hanya divonis delapan tahun juga oknum kepala sekolah 10 tahun penjara.

Karena itu, pihaknya berharap pelaku kejahatan seksual terhadap anak-anak dijatuhkan hukuman berat.

"Kami berharap orangtua dan masyarakat lebih mengawasi anak-anak baik di lingkungan sekolah maupun pergaulan agar terhindar dari kejahatan seksual itu," katanya.

Menurut dia, pemerintah daerah serius melindungi para korban kekerasan seksual yang menimpa anak-anak dengan mendampingi juga mengawal proses hukum mulai dari Kepolisian hingga Pengadilan.

Selain itu juga para korban mendapat rehabilitasi agar tidak mengalami trauma maupun rasa ketakutan.

Disamping itu juga mereka para korban yang masih sekolah, tetap difasilitasi agar dapat melanjutkan pendidikannya.

Selama ini, kasus kejahatan seksual anak cukup meningkat, namun para korban dan pelaku hingga kini berlainan jenis.

Sedangkan, pelaku dan korban dilakukan satu jenis kelamin atau Lesbian, Gay, Bisex, and Transgender (LGBT) belum ditemukan.

"Kami minta semua elemen dapat melindungi anak-anak agar tidak menjadi korban kekerasan seksual," katanya.

Pemerhati pendidikan dari Kabupaten Lebak Hj Tuti Tuarsih mengatakan selama ini pelaku yang terjerat perbuatan asusila karena perkembangan teknologi media sosial.

Selain itu juga pengaruh lingkungan sekitar juga berpengaruh terhadap terbentuknya karakter anak.

Perkembangan teknologi media sosial menyumbangkan kasus tindak pidana asusila cukup tinggi.

Apalagi, pengawasan dari masyarakat, orangtua dan pemilik internet relatif lemah sehingga berpeluang anak melakukan aksi perbuatan asusila.

Saat ini, kata dia, anak begitu mudah mendapatkan akses pornografi melalui media sosial, baik facebook, twitter, telepon seluler, website internet,tayangan televisi dan lainya.

Selain itu juga lingkungan dan keluarga broken home cukup mempengarahui karakter anak.

"Kami yakin melalui pendekatan relegius dan cerdas dapat mendorong anak tidak berprilaku melakukan perbuatan yang merusak moral," katanya.

Pewarta: Mansyur
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2016