Surabaya (ANTARA News) - Mahasiswa Jurusan Teknobiologi Universitas Surabaya (Ubaya), Derdy Janli, menemukan alternatif pengganti insektisida kimia yakni bioinsektisida dari jamur (organisme entomopatogen).
"Jamur atau Fungi Entomopatogen itu mampu menginfeksi serangga dengan cara masuk ke tubuh serangga melalui kulit, saluran pencernaan, spirakel dan lubang lainnya," katanya di Teaching Laboratorium Gedung TG Ubaya Kampus Tenggilis di Surabaya, Selasa.
Bioinsektisida ini, kata Derdy, mampu menjadi alternatif pengganti insektisida sintetik yang biasa dipakai petani untuk mematikan hama tanaman (serangga).
"Awalnya, saya menemukan literatur yang menyebutkan bahwa insektisida sintetik (kimia) dapat mengakibatkan berbagai dampak negatif, seperti kerusakan pada konservasi lingkungan dengan terbunuhnya organisme yang bukan sasaran," katanya.
Dampak negatif lainnya, resistensi dan resurgensi hama, dapat menimbulkan dampak negatif bagi kesehatan manusia, serta petani yang terpapar insektisida pada saat aplikasi, dan konsumen oleh residu yang terdapat pada hasil panen.
"Dari situ muncul keinginan untuk meneliti apakah ada alternatif untuk menanggulangi masalah serangga sebagai hama pertanian atau perkebunan selain menggunakan insektisida sintetik," ungkapnya.
Akhirnya, ia menemukan salah satu alternatif pengendalian hama insektisida sintetik dengan bioinsektisida dari jamur/fungi tipe entomopatogen. Jamur entomopatogen mampu menginfeksi serangga dengan cara masuk ke tubuh serangga melalui kulit, saluran pencernaan, spirakel dan lubang lainnya.
"Inokulum jamur yang menempel pada tubuh serangga akan berkembang sehingga menyerang seluruh jaringan tubuh sehingga menyebabkan serangga mati," kata putra pasangan Nanang Ramli dan Tan Hui Wien itu.
Ia melakukan percobaan dengan mengambil sampel tanah yang ada di Kota Batu sebanyak 300-400 gram dan diletakkan 10 ulat Hongkong, lalu dibiarkan selama 1-2 minggu.
"Hasilnya ulat mati dalam kondisi yang berbeda-beda. Ada yang mengering, ada yang tubuhnya dipenuhi jamur berwarna putih. Jamur yang ada pada kulit ulat yang mati kemudian diambil dan ditanam pada media agar selama empat hari. Hasilnya muncul jamur yang berwarna ungu dan putih," katanya.
Jamur yang berwarna putih itulah, lanjut dia, yang disebut jamur entomopatogen, kemudian jamur ini diambil racunnya dengan dilarutkan ke media cair dengan formulasi khusus sehingga didapat toksin yang berasal dari jamur entomopatogen. Cairan tersebut kemudian disemprotkan kembali kepada ulat hongkong dan hasilnya ulat tersebut mati.
"Toksin yang saya temukan ini merupakan senyawa racun yang digunakan jamur untuk membunuh serangga dalam proses menginfeksi serangga, sehingga menggunakan toksin dari jamur ini merupakan alternatif yang sangat potensial dalam membasmi serangga," kata pria kelahiran Januari 1994 ini.
Sementara itu, dosen pembimbingnya, Ida Bagus Made Artadana, S.Si., M.Sc, mengungkapkan penelitian mahasiswa itu memiliki peluang untuk dijadikan produk massal.
Selain itu, untuk pengembangan ke depan Derdy atau peneliti lanjutan perlu melakukan uji pada insekta yang spesifik lainnya.
Pewarta: Indra Setiawan/WI
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2016