Jakarta (ANTARA News) - Koalisi Mahasiswa Indonesia Timur Untuk Mengawal Nawacita (Komitmen) menilai penurunan tarif biaya interkoneksi dikhawatirkan bisa menghambat upaya pembangunan jaringan infrastruktur telekomunikasi terutama di wilayah Indonesia Timur.
"Jika tarif intekoneksi diturunkan diperkirakan hanya akan merugikan operator Telkom dan Telkomsel, sehingga berpotensi mempengaruhi pembangunan jaringan hingga kepelosok Tanah Air. Sementara Kawasan Timur Indonesia, seperti di Papua masih banyak yang belum menikmati layanan telekomunikasi," kata Koordinator Koalisi Mahasiswa Maluku, Abdul Rahim, saat bertemu dengan Federasi Serikat Pekerja (FSP) BUMN Strategis di Jakarta, Senin.
Menurut catatan, pemerintah menunda kenaikan tarif interkoneksi yang sedianya mulai 1 September 2016, dari Rp250 per menit menjadi Rp204 per menit, karena belum semua operator telekomunikasi menyerahkan DPI (Dokumen Penawaran Interkoneksi), yang berisi skema, tarif, dan layanan interkoneksi suatu operator.
Abdul Rahim menuturkan, pihaknya menolak rencana penurunan tarif tersebut karena hanya akan menguntungkan perusahaan telekomunikasi asing, dan menyebabkan kerugian negara hingga triliunan rupiah bagi operator telekomunikasi BUMN.
Hal senada diutarakan Wakil Koalisi Mahasiswa dari Nusa Tenggara TImur (NTT) Ahmad Nasir Rarasina, yang menyebutkan bahwa secara prinsip pihaknya mendukung setiap upaya yang mendorong pembangunan dan perluasan jaringan telekomunikasi di seluruh pelosok Nusantara.
"Sebagai mahasiswa, kami sangat respek terhadap apa yang disuarakan FSP BUMN Strategis yang menolak kebijakan yang tidak menguntungkan masyarakat. Apalagi kebijakan itu berpotensi merugikan BUMN yang selama ini membangun jaringan telekomunikasi di Indonesia timur," kata Ahmad.
Untuk itu ia mengingatkan seluruh masyarakat Indonesia agar tidak terjebak dengan opini yang dibentuk oleh operator telekomunikasi milik asing seolah-olah kebijakan penurunan biaya interkoneksi itu menguntungkan masyarakat.
Sementara itu, Ketua Umum FSP BUMN Strategis, Wisnu Adhi Wuryanto mengatakan siap menyuarakan penolakan terhadap kebijakan berencana menurunkan biaya interkoneksi. Apalagi kebijakan penurunan biaya interkoneksi itu juga akan diikuti dengan Revisi Peraturan Pemerintah (PP) No 52 dan 53 tahun 2000 terkait network sharing atau berbagi jaringan.
Jika revisi terkait network sharing tersebut dilakukan, lanjut Wisnu, operator telekomunikasi yang hanya membangun jaringan telekomunikasi di perkotaan akan semakin malas membangun jaringan hingga ke pelosok Tanah Air.
Pewarta: Royke Sinaga
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2016