Bengkulu (ANTARA News) - Pengamat politik dari Universitas Bengkulu (Unib), Lamhir Syam Sinaga, menilai bahwa pembentukan Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) selain sebagai amanat undang-undang juga merupakan salah satu bentuk penetrasi politik. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tampaknya ingin merangkul orang-orang yang secara politik selama ini sinilai banyak kalangan berseberangan dengan pemerintah, katanya di Bengkulu, Minggu. "Kita lihat saja, beberapa dari orang yang masuk dalam Wantimpres, selama ini boleh dibilang berseberangan dengan pemerintah, baik orang partai politik maupun individu," katanya. Wantimpres merupakan amanat UU Nomor 19 Tahun 2006 tentang Dewan Pertimbangan Presiden, beranggotakan Ali Alatas (bidang hubungan luar negeri), Adnan Buyung Nasution (bidang hukum), Emil Salim (lingkungan hidup), Radi A. Gany (pertanian), Subur Budi Santoso (sosial budaya), Ma`ruf Amin (kehidupan beragama), TB Silalahi (pertahanan keamanan), Rachmawati Soekarnoputri (politik), dan Syahrir (ekonomi). Lamhir menjelaskan, dalam dunia politik adanya penetrasi politik merupakan hal yang wajar dan sah-sah saja, dan Wantimpres itu memang dibutuhkan untuk membantu presiden dalam melaksanakan tugas-tugasnya. Presiden, dinilainya, adalah manusia biasa, dan tidak bisa memecahkan seluruh persoalan yang berkaitan dengan tugas-tugasnya sebagai kepala negara, karena itu diperlukan Wantimpres. Ia mengatakan, kehadiran Wantimpres jangan hanya dilihat sebagai bentuk pemborosan mengingat anggotanya dibayar dengan anggaran negara, tapi juga harus dilihat keuntungannya. Wantimpres diharapkan bisa memberikan pertimbangan dan program kepada presiden secara obyektif, tidak boleh memberikan nasehat atau pertimbangan yang tidak-tidak. Selain itu, Wantimpres yang anggotanya merupakan orang atau figur-figur berpengalaman tidak boleh ragu-ragu dalam melaksanakan tugasnya, dan harus bisa memberikan nasehat yang tepat dan pada waktu yang tepat pula, katanya menambahkan. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007