Jakarta (ANTARA News) - Anak-anak korban eksploitasi seksual menggunakan Facebook untuk berkomunikasi dengan AR yang berperan sebagai muncikari.
"Mereka (korban) berkomunikasi dengan pelaku (AR) lewat FB (Facebook)," kata Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Brigjen Pol Agung Setya di Jakarta, Sabtu.
Agung mengemukakan, dalam keseharian, para korban beraktivitas normal seperti bersekolah dan pulang ke rumah masing-masing. "Mereka di rumah, beraktivitas seperti biasa," katanya.
Para orang tua dari anak-anak ini umumnya tidak mengetahui anak-anak mereka bekerja sebagai pekerja seks.
Sebanyak 27 orang dari 99 orang yang disinyalir menjadi korban kasus prostitusi online jaringan tersangka AR diketahui anak-anak dibawah umur.
"Dari 99 orang yang jadi korban, kami sudah identifikasi 27 diantaranya anak-anak dengan kisaran usia 13 tahun hingga 17 tahun," kata Agung.
Sedangkan 72 orang lainnya merupakan pria dewasa dengan rentang usia 18 tahun hingga 23 tahun.
Adanya dugaan 99 orang korban jaringan AR disimpulkan dari hasil pemeriksaan ponsel milik AR. "Dari salah satu handphone milik tersangka, ditemukan ada 99 nama korban," kata Kabareskrim Polri Komjen Pol Ari Dono Sukmanto.
Dalam kasus ini, polisi sudah menetapkan tiga orang tersangka yakni AR, U dan E.
AR merupakan muncikari yang memiliki 99 anak sebagai pekerja seks untuk kaum homoseks.
E diketahui merupakan pedagang sayur di Pasar Ciawi, Bogor, Jawa Barat. E merekrut anak-anak untuk diserahkan kepada AR. Mulanya ia mengajak anak-anak untuk berdagang sayuran, kemudian menawari mereka uang tambahan bila bersedia menjadi pekerja seks.
Dalam jaringan AR, E juga berperan sebagai penyedia rekening untuk menampung uang hasil bisnis prostitusi online milik AR.
Sementara U berperan sebagai muncikari yang memiliki empat anak sebagai pekerja seks. Jaringan U diketahui berbeda dengan jaringan AR.
AR, U dan E dikenakan pasal berlapis terkait UU ITE, UU Pornografi, UU Perlindungan Anak, UU Pencucian Uang, dan UU Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).
Pewarta: Anita Permata Dewi
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2016