Jakarta (ANTARA News) - Sandhy Andika, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam kasus tewasnya Wayan Mirna Salihin diduga akibat kopi bersianida, mengatakan bahwa keterangan saksi Kristie Louis Carter dapat menjelaskan riwayat terdakwa Jessica Wongso selama di Australia.
Keterangan itu, lanjut Sandhy, juga dapat dilakukan verifikasi terhadap keterangan saksi ahli psikolog Natalia Widiasih Raharjanti yang diberikan pada sidang sebelumnya.
"Saat itu Natalia mengatakan, dari hasil wawancara dengan Kristie, terdakwa pernah dirawat di rumah sakit jiwa dan pernah berkata dapat membunuh orang dengan pistol atau dosis yang tepat. Keterangan Kristie dapat memverifikasi hal ini," ujar Sandhy kepada Antara usai sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis malam.
Kristie sendiri, lanjut dia, adalah atasan Jessica ketika masih bekerja di Australia.
Menurut jaksa, perempuan berdomisili di Negeri Kanguru itu sudah dipanggil untuk hadir sebagai saksi dalam persidangan. Akan tetapi sampai hari ini, Kamis, yang menjadi kesempatan terakhir JPU menghadirkan saksi, Kristie tidak juga datang.
Oleh karena itu, JPU sempat meminta persetujuan Majelis Hakim untuk membacakan keterangan dari Kristie yang sudah ada di BAP. Jaksa menganggap, walau tidak datang, keterangannya sah karena dia memberikan kesaksian kepada penyidik di bawah sumpah.
Namun, hal ini mendapat penolakan dari tim pengacara Jessica.
"Kami sangat keberatan karena pernyatan itu bersifat pribadi dan tidak ada kaitannya dengan kasus ini," ujar pengacara terdakwa Otto Hasibuan.
JPU sendiri tetap pada pendiriannya dengan menyandarkan argumen pada pasal 162 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), yang berbunyi:
Ayat (1) Jika saksi sesudah memberi keterangan dalam penyidikan meninggal dunia atau karena halangan yang sah tidak dapat hadir di sidang atau tidak dipanggil karena jauh tempat kediaman atau tempat tinggalnya atau karena sebab lain yang berhubungan dengan kepentingan negara, maka keterangan yang telah diberikannya itu dibacakan.
Ayat (2) Jika keterangan itu sebelumnya telah diberikan di bawah sumpah, maka keterangan itu disamakan nilainya dengan keterangan saksi di bawah sumpah yang diucapkan di sidang.
"Jadi sebenarnya tidak ada alasan hukum menolak pembacaan keterangan saksi Kristie," tutur Sandhy.
Ketua Majelis Hakim Kisworo mengatakan majelis akan mempertimbangkan pembacaan keterangan saksi dari jaksa yang belum datang.
"Apabila panggilan yang dilakukan memang sudah sah, majelis akan memutuskan apakah perlu dibaca atau tidak," kata Kisworo.
Sementara itu, jika nantinya saksi Kriste mengonfirmasi kehadiran dan dapat diperiksa secara langsung, pihak JPU menyatakan akan memohon kepada Majelis Hakim untuk menghadirkan kembali saksi dari jaksa.
"Kalau tidak, kami akan bacakan saja kesaksiannya," ujar Sandhy.
Adapun hari ini, Kamis, adalah hari terakhir mendengarkan keterangan saksi dari JPU. Sampai terakhir, JPU telah menghadirkan belasan saksi mulai dari pihak keluarga Mirna, para karyawan Kafe Olivier, hingg saksi ahli seperti ahli toksikologi, kedokteran forensi, forensik digital, hukum pidana dan psikolog.
Oleh karena itu, persidangan selanjutnya akan beragenda mendengarkan saksi dihadirkan oleh penasehat hukum yang meringankan terdakwa. Sidang akan dimulai lagi pada Senin (5/9).
Wayan Mirna Salihin sendiri tewas pada Rabu, 6 Januari 2016 di Kafe Olivier, Grand Indonesia, Jakarta. Korban diduga meregang nyawa akibat menenggak kopi es vietnam yang dipesan oleh terdakwa Jessica Kumala Wongso.
Pewarta: Michael Siahaan
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2016