Walaupun Nota Keuangan RAPBN 2017 menyebutkan 5,3 persen, kemungkinan proyeksi itu direvisi 0,1 persen menjadi 5,2 persen,"

Jakarta (ANTARA News) - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan tinjauannya mengenai penurunan asumsi pertumbuhan ekonomi dalam Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (RAPBN) 2017 sebesar 0,1 persen dari semula 5,3 persen menjadi 5,2 persen.

"Walaupun Nota Keuangan RAPBN 2017 menyebutkan 5,3 persen, kemungkinan proyeksi itu direvisi 0,1 persen menjadi 5,2 persen," kata Sri dalam penjelasan pokok kebijakan fiskal kepada Komisi XI DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis malam.

Dengan proyeksi pertumbuhan turun 0,1 persen, kemungkinan juga akan terjadi perubahan dari sisi pendapatan negara.

Sri mengatakan pihaknya masih tetap akan berhati-hati menyikapi perubahan pertumbuhan tersebut memperhatikan perkembangan amnesti pajak yang berpeluang memperluas basis wajib pajak sebagai faktor positif dan penyesuaian pendapatan negara sebagai faktor negatifnya.

Komposisi yang membentuk pertumbuhan ekonomi sebesar 5,2 persen adalah konsumsi rumah tangga tetap 5,1 persen, konsumsi pemerintah direvisi dari 5,4 persen menjadi 4,8 persen, pembentukan modal tetap bruto (PMTB) dari 6,4 persen ke 6,1 persen.

Kemudian, ekspor dan impor untuk 2017 diperkirakan positif masing-masing 0,4 persen dan 0,8 persen.

"Kami sedikit juga lebih konservatif untuk ekspor dan impor. Satu berita yang setiap hari saya ikuti adalah perkembangan ekonomi Tiongkok karena pengaruhnya luar biasa besar," kata Sri.

Sementara untuk asumsi makro lain masih sama dan pemerintah akan mendiskusikan dengan Komisi XI DPR, seperti misalnya inflasi yang diasumsikan pada level 4,0 persen dan nilai tukar Rp13.300 per dolar AS.

Proyeksi inflasi tersebut sangat tergantung pada kebijakan moneter Bank Indonesia dan kebijakan dan sektor riil oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution.

Inflasi juga akan tergantung pada kebijakan subsidi yang akan dilakukan, terutama pupuk dan listrik. Perubahan subsidi kemungkinan besar akan mempengaruhi inflasi.

Sementara untuk nilai tukar, Rp13.300 dianggap nilai yang aman dan realistis dengan beberapa faktor terutama perubahan kebijakan moneter di Amerika Serikat.

"Kemungkinan pelonggaran kuantitatif akan mengalami konsolidasi, meskipun tidak drastis, yang memengaruhi sentimen terhadap kondisi di negara berkembang," kata dia.

Sementara itu, anggota Komisi XI DPR Muhammad Misbakhun menilai tinjauan Sri Mulyani patut diperhatikan, namun masih juga perlu memperhatikan nota keuangan RAPBN 2017 yang disampaikan oleh Presiden Joko Widodo pada 16 Agustus 2016.

"Menurut saya yang resmi tetap ada di nota keuangan," ucap dia.

Pewarta: Calvin Basuki
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2016