Jakarta (ANTARA News) - Perusahaan Listrik Negara (PLN) diminta lebih fokus ke program pengembangan listrik 35.000 Megawatt (MW) daripada rencana melakukan akuisisi terhadap PT Pertamina Geothermal Energy (PGE).
Aktivis dari Solidaritas untuk Pergerakan Aktivis Indonesia (Suropati), Aditya Iskandar di Jakarta, Kamis menyatakan, langkah PLN untuk mengakuisisi PGE, tidak relevan dengan core business BUMN itu yang bergerak di bidang pembangkit, jaringan, dan distribusi listrik atau bagian hilir.
Dia mengungkapkan program pembangunan 35.000 MW yang digulirkan pemerintah hingga kini masih menjadi perdebatan akibat diyakini tidak akan selesai pada tahun 2019 mendatang.
"Sebelumnya, (masa pemerintahan) Presiden SBY meluncurkan Program 10.000 MW dan itu saja belum selesai. Sekarang ada lagi akuisi PGE. Menurut saya fokus PLN kan pembangkitan, jaringan, dan distribusi. Fokus saja ke situ. Fokus saja ke 35.000 MW," katanya.
Pada kesempatan itu Aditya juga mempertanyakan anggaran PLN untuk mengakuisisi PGE, sementara PLN hingga kini dinilai masih merugi.
Menurut dia, jika PLN tidak mempunyai dana, maka akan meminjam ke BUMN lain atau bahkan kepada pihak asing, hal ini merupakan bencana bagi sektor energi panas bumi Tanah Air.
Sementara Direktur Panas Bumi Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi, Yunus Saeful Hak, mengatakan, rencana akuisi itu merupakan keputusan korporat dan menyerahkannya kepada Kementerian BUMN.
Meski demikian, harus dipertimbangkan rencana ini secara matang karena terjadi perdebatan. Pasalnya, menjadikan PLN sebagai buyer sekaligus player. Sedangkan core business Pertamina adalah eksplorasi yang biasa dengan risiko.
"Beda dengan PLN di hilir, ya bisnisnya dengan barang yang sudah jadi, sudah ada. Ini berbeda," katanya.
Pertamina tetap akan menyiapkan anggaran untuk eksplorasi. Dalam rencana anggarannya, satu tahun bisa menganggarkan dana untuk 12 pengeboran.
"Itu tetap dialokasikan karena rohnya Petamina ya di situ," katanya.
Sementara itu, Direktur Operasi PT PGE, Ali Mundakir, mengatakan bahwa Indonesia sudah berjanji kepada dunia internasional untuk mengurangi emisi karbon sebesar 29% pada 2030.
Salah satu cara yang paling feasible utk menguranginya adalah menggunakan pembangkit ramah lingkungan seperti panas bumi (geothermal). Target pemerintah meningkatkan kapasitas terpasang pembangkit geothermal sebesar 7.200 MW di tahun 2025 perlu didukung oleh semua pihak.
"Untuk itu perlu lebih banyak perusahaan seperi PGE, Geo Dipa dan PLN serta swasta nasional yang lain agar sama-sama bergerak beriringan mendukung porgram pemerintah ini untuk mewujudkan janji Indonesia kepada dunia internsional. Dikerjakan besama-sama dan beriringan akan lebih baik berjalan beriringan," katanya.
Pewarta: Subaqyo
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2016