Jakarta (ANTARA News) - KPK mendalami aliran uang yang mengalir ke Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam dari istri Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Burhanuddin.
"Hari ini penyidik pemriksaan perkara tindak pidana persetujuan pencadangan wilayah pertambangan persetujuan izin usaha pertambangan (IUP) eksplorasi dan persetujaun peningkatan IUP eksplorasi menjadi IUP produksi ke PT Anugerah Harisma Barakah Sulawesi Tenggara 2008-2014, penyidik memeriksa seorang saksi atas nama Patmawati Kasim, yang bersangkutan adalah swasta, ibu rumah tangga kerabat dari Burhanuddin Kadis ESDM Sultra," kata Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK Priharsa Nugraha di Jakarta, Rabu.
Tersangka dalam kasus ini adalah Gubernur Sultra Nur Alam, sedangkan Burhanuddin juga sudah dicegah bepergian keluar negeri sejak 15 Agustus 2016 untuk 6 bulan. Selain Burhanuddin, KPK juga mengirimkan surat permintaan cegah atas nama Direktur PT Billy Indonesia Widdi Aswindi dan pemilik PT Billy Indonesia Emi Sukiati Lasimon.
"Pemeriksaan hari ini fokus pada beberapa peristiwa terkait dugaan tindak pidana dilakukan dengan NA (Nur Alam) khususnya berkaitan dengan aliran uang, tetapi detail tidak bisa sampaikan. Penyidik menganggap yang bersangkutan diduga memiliki informasi yang cukup penting untuk pendalaman perkara tesangka NA (Nur Alam) khususnya mengenai aliran uang yang tadi," jelas Priharsa.
Sehingga tetap terbuka adanya tersangka baru dalam perkara ini.
"Mengenai indikasi ini ada keterlibatan Burhanuddin nanti akan diperdalam juga oleh penyidik, tapi yang jelas sampai ini yang ditetapan sebagai tersangka baru NA," ungkap Priharsa.
Nur Alam diduga melakukan perbutan melawan hukum dan menyalahgunakan wewenang untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi dengan mengeluarkan Surat Keputusan Persetujuan Pencadangan Wilayah Pertambangan Eksplorasi, SK Persetujuan Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi dan SK Persetujuan Peningkatan Izin Usaha Pertambangan Ekslorasi menjadi Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi kepada PT Anugerah Harisma Barakah selaku perusahaan yang melakukan penambangan nikel di kabupaten Buton dan Bombana Sulawesi Tenggara.
Ia disangkakan pasal 2 ayat 1 atau pasal 3 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Pasal tersebut mengatur tentang orang yang melanggar hukum, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya jabatan atau kedudukan sehingga dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara dan memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun denda paling banyak Rp1 miliar.
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2016