Yang bersangkutan diduga menyuap Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) Edy Nasution sebesar Rp150 juta untuk mengurus tiga perkara yang dihadapi Lippo Group di PN Jakpus.
"Kami penuntut umum dalam perkara ini menuntut supaya majelis hakim pengadilan Tindak Pidana Korupsi di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Doddy Aryanto Supeno dengan pidana penjara selama 5 tahun dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan dan pidana denda sebesar Rp150 juta subsider kurungan pengganti selama 3 bulan," kata jaksa penuntut umum KPK Herry BS Ratna Putra dalam sidang pembacaan tuntutan di di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, Rabu.
Doddy dalam perkara ini diduga menyuap Edy Nasution untuk untuk melancarkan tiga perkara yang dihadapi Lippo Group di PN Jakarta Pusat yaitu pertama agar menunda proses pelaksanaan aanmaning (peringatan terhadap tergugat, agar melaksanakan putusan pengadilan) terhadap PT Metropolitan Tirta Perdana (MTP) dengan Kwang Yang Motor Co.LtD (PT Kymco) dengan imbalan Rp100 juta.
Berdasarkan putusan Singapore International Arbitration Center (SIAC) tertanggal 1 Juli 2013, PT MTP melakukan wanprestasi dan wajib membayar ganti rugi kepada PT KYMCO sebesar 11,1 juta dolar AS.
Namun PT MTP belum melakukan kewajibannya sehinga PT KYMCO pada 24 Desember 2013 mendaftarkannya ke PN Jakpus agar segera dieksekusi. Atas pendaftaran tersebut PN Jakpus menyatakan putusan SIAC dapat dieksekusi di Indonesia. Namun PT MTP tidak hadir saat dipanggil PN Jakpus pada 1 September 2015 sehingga dipanggil ulang pada 22 Desember 2015.
Eddy memerintahkan bagian legal PT Artha Pratama Anugerah Wresti Kristian Hesti untuk mengupayakan penundaan aanmaning. Wresti pun pada 14 Desember menemui Edy Nasution pada 14 Desember 2015 dan meminta penundaan. Atas permintaan itu Edy Nasution mendapatkan uang Rp100 juta yang dikeluarkan Direktur PT MTP Hery Soegiarto. uang diberikan oleh Doddy kepada Edy Nasution pada 18 Desember di Basement Hotel Acacia Senen Jakarta Pusat.
"Keterangan Edy Nasution dalam BAP meski yang bersangkutan mencabut di depan persidangan namun karena pecabutan BAP tidak beralasan secara hukum sehingga pencabutan BAP haruslah dikesampingkan," tambah jaksa.
Perkara kedua, terkait pengajuan Peninjauan Kembali (PK) perkara Niaga PT AAL melawan PT First Media. Berdasarkan putusan kasasi Mahkamah Agung 31 Juli 2013 PT AAL dinyatakan pailit.
Perkara ketiga, Edy Nasution juga membantu Presiden Direktur PT Paramount Enterprise International Ervan Adi Nugroho terkait putusan eksekusi permohonan eksekusi putusan Raad Van Yustitie di Jakarta tanggal 12 Juli 1940 No 232/1937.
Atas tuntutan tersebut Doddy akan mengajukan pledoi (nota pembelaan) pada 7 September 2016.
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2016