Sri Mulyani dalam penyampaian pokok-pokok RAPBN 2017 di Badan Anggaran DPR RI, Jakarta, Selasa, mengatakan target pertumbuhan ekonomi sebesar 5,3 persen pada 2017 dipertimbangkan dari proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia yang lebih baik.
"Pertumbuhan ekonomi tahun depan sama dengan proyeksi seluruh dunia diperkirakan relatif lebh baik. Meskipun saya memberikan catatan kaki kalau proyeksi 2017 pada Agustus, nanti mungkin Desember akan direvisi, moga-moga tidak turun. Kami tetap menganggap 5,3 (persen) cukup mencerminkan konsensus dari berbagai lembaga dan pemerintah sendiri," kata Sri Mulyani.
Komposisi yang membentuk pertumbuhan ekonomi sebesar 5,3 persen dikarenakan konsumsi rumah tangga yang diperkirakan meningkat 5,1 persen, konsumsi pemerintah 5,4 persen, investasi yaitu pembentukan modal bruto 6,4 persen, dan ekspor impor yang dalam kisaran positif yaitu 1,1 persen dan 2,2 persen.
Sri yang akrab disapa Ani tersebut memberikan catatan bahwa pertumbuhan ekspor impor dari negatif ke positif harus juga melihat kondisi perdagangan dunia yang masih sangat lemah.
Dia menjelaskan bahwa banyak lembaga ekonomi yang memperkirakan kenaikan dalam industri perdagangan tidak akan meningkat secara segera.
Sementara untuk inflasi yang diasumsikan pada level 4,0 persen dilakukan dengan mengeluarkan kebijakan strategis oleh pemerintah.
"Tentu dengan menjaga pasokan barang. Presiden meminta Bank Indonesia bertemu dengan seluruh kepala daerah untuk menurunkan berbagai macam faktor kenaikan inflasi yang berasal dari transaction cost," jelas dia.
Sri Mulyani memberikan catatan bahwa proyeksi tersebut memiliki risiko yang mendorong kenaikan atau "upside risk" karena penyesuaian tarif listrik dan harga gas LPG 3 kilogram, dan kemungkinan terjadinya iklim basah atau La Nina yang memengaruhi suplai bahan makanan. Sementara "downside risk"-nya ialah proyek-proyek infrastruktur dan ketersediaan pasokan yang lebih stabil.
Untuk asumsi nilai tukar rupiah terhadap dollar AS sebesar Rp13.300 dikarenakan potensi adanya aliran dana masuk dari kebijakan amnesti pajak yang berpotensi untuk menguatkan rupiah. Selain itu kinerja pertumbuhan Indonesia yang relatif lebih tinggi dibandingkan negara-negara mitra dagang juga diperkirakan akan memengaruhi nilai tukar.
Asumsi suku bunga SPN tiga bulan pada rata-rata 5,3 persen dikarenakan faktor kontributor dari nilai tukar yang stabil, "capital flow" yang diperkirakan berasal dari amnesti pajak dan kebijakan investasi yang diwajibkan bagi wajib pajak untuk repatriasi selama tiga tahun dan inflasi yang relatif rendah dan stabil.
"Ini akan menyebabkan barangkali suku bunga kita ada di 5,3 persen," jelas Sri Mulyani.
Sementara untuk asumsi rata-rata harga minyak 45 dolar AS per barel dipertimbangkan dengan kemungkinan naiknya harga minyak dunia pada 2017.
"Negara-negara penghasil minyak selama ini gunakan asumsi lebih tinggi, sehingga fiskal defisit mereka mengalami penurunan. Ini yang mungkin sebenarnya menjadi pendorong bahwa secara bersama-sama negara penghasil minyak akan lebih berkoordinasi untuk menjaga suplainya. Sehingga penguatan harga minyak diperkirakan akan terjadi perlahan, meski tidak secepat yang diperkirakan," kata Sri.
Pewarta: Aditya Ramadhan
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2016