Setiap tahun, jutaan umat Islam dari seluruh dunia berbondong-bondong berkumpul di Mekkah. Mengikuti jejak Sang Nabi, Muhammad SAW, untuk berkunjung ke Baitullah. Sebuah "ritual" tahunan yang juga tentu saja melibatkan ratusan ribu jamaah asal Indonesia.
Perjalanan seseorang untuk berhaji tidak bisa disebut mudah. Mulai dari penantian panjang di tanah air hingga segala kesulitan yang harus dihadapi di negeri orang, baik dari segi perbedaan cuaca maupun budaya yang jauh dari sama. Dan tak ketinggalan tentunya fakta bahwa haji adalah sebuah aktivitas fisik yang tak ringan.
Kenapa jutaan orang rela menanti sekian lama untuk berhaji? Dr. H. Ali Rokhmad, M.PD, Kabid Bimbingan Ibadah Kementerian Agama menyebut ibadah haji sebagai puncak ritual bagi umat Muslim.
"Sempurna sudah keislaman seseorang bila sudah menjalankan syariah yang satu ini. Bagi masyarakat Indonesia, berhaji merupakan dambaan dan cita-cita setiap Muslim karena panggilan Allah SWT yang syarat dengan ampunan dan pahala surga".
Ali juga mengatakan bahwa di sejumlah daerah tertentu, menunaikan haji tidak hanya sebagai pencapaian puncak spiritual seseorang bahkan dapat menjadi simbol eksistensi dan statifikasi seseorang di tengah komunitas masyarakatnya.
Pemaknaan haji yang tidak sepenuhnya tepat itu mendorong Konsultan Bimbingan Ibadah Daerah Kerja Mekkah untuk mengingatkan kembali ratusan ribu jamaah Indonesia akan konsep hijrah dalam haji. Haji adalah berhijrah. Meninggalkan segala yang buruk demi kehidupan yang lebih baik.
Di hadapan ratusan jamaah kelompok terbang (kloter) 6 Embarkasi Surabaya, tim Bimbingan Ibadah Daerah Kerja Mekkah, di tempat salat Hotel Dar Hadi yang berada di kawasan Aziziyah, Kamis, mengurai kembali satu persatu tak hanya prosesi tapi makna dari setiap prosesi dalam haji.
Mengawali bimbingan terhadap jamaah asal Bangkalan, Madiun dan Surabaya itu adalah KH Ihsanuddin Abdan, Ponpes Awaliyah Alawi Magelang, yang mencoba merinci kembali setiap tahapan yang harus dilalui oleh setiap jamaah untuk mencapai kesempurnaan dalam ibadah, mulai dari mengambil miqat dan niat di tempat pemondokan masing-masing, perjalanan menuju Arafah, Muzdalifah, Mina, hingga Tawaf Ifadlah, Sai, dan Tahallul.
"Karena sudah ahlu Makkah, maka miqat makani nya di maktab masing masing. Jangan lupa niat. Setiap kepala regu dan kepala rombongan harus mengingatkan seluruh jemaah untuk niat," kata KH Ihsan. Ia juga mengingatkan agar setiap jamaah tidak melewatkan kesempatan emas wukuf di Arafah untuk memohon ampunan dan berdoa.
"Selama ini mungkin kita sering berbuat zalim kepada anak istri, keluarga, tetangga, dan lainnya. Saat itu kita mohon ampunan dan yakin kalau Alah mengampuni," ujarnya. Ia meminta agar seluruh jamaah dengan ikhlas mengakui setiap kezaliman dan ketidakberdayaan.
Sementara itu Guru besar Ilmu Quran dan Tafsir UIN Sunan Ampel Surabaya Aswadi menyebut wukuf berarti berhenti. Karena itu ia mengajak jamaah untuk melangitkan harapan kepada Allah agar diberi kemampuan meninggalkan yang tidak benar dan keburukan. Harapan lainnya adalah agar diberi kekuatan istiqamah sehingga bisa melaksanakan nilai-nilai Islam yang diajarkan Rasulullah sepanjang zaman.
"Setelah meminta kemampuan meninggalkan yang tidak benar dan melaksanakan yang baik harapan lainnya adalah supaya setiap kita dapat mengembangkan kebaikan kepada orang lain sehingga mereka yang saat ini sedang mengalami kesulitan mendapat kemudahan dari Allah," ujar Aswadi.
Penceramah lainnya adalah Sunandar Ibnu Nur, dosen UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta yang salah satu pesannya adalah menekankan pentingnya kesadaran untuk berbuat baik sekecil apapun selagi masih ada kesempatan umur. "Sebab, pada hari kiamat, kebaikan sebesar biji sawi bisa menjadi penentu timbangan seseorang dan itu tidak dapat diharapkan dari siapapun," katanya.
Bagi para jamaah, bimbingan ibadah tersebut adalah sebuah pengingat positif akan keberadaan mereka di Tanah Suci. Setelah mengalami beragam euforia akibat terwujudnya sebuah mimpi atau pengharapan, sebuah ajakan untuk kembali membumikan konsep ibadah tentu adalah sebuah pengingat yang tepat akan keberadaan mereka di Tanah Suci.
Wajar jika proses bimbingan ibadah yang berlangsung hingga sekitar dua jam ini disambut antusias oleh jamaah. Mereka tampak duduk khusyuk mendengarkan ceramah yang disampaikan dan ikut bertanya dalam sesi tanya jawab.
Fauzan Albaz dari Bangkalan menilai bimbingan ibadah ini sangat positif, terutama bagi jamaah yang baru pertama kali menunaikan ibadah haji. "Ini lebih positif, sehingga jamaah yang baru pertama kali berhaji menjadi lebih mantap," ujarnya.
Fauzan berharap, proses bimbingan ini lebih bisa ditingkatkan lagi, karena urusan layanan tahun ini sudah lebih baik. Bahkan menurutnya peningkatannya sangat pesat.
Jamaah lainnya, Susi Diani juga mempunyai penilaian yang sama. Menurutnya, bimbingan manasik yang digelar tim konsultan Daerah Kerja Mekkah ini telah memberinya tambahan wawasan dalam menyongsong puncak penyelenggaraan ibadah haji. "Kami semua para jamaah haji sangat berterima kasih karena betul-betul yang tadinya belum mengerti menjadi tambah mengerti," katanya.
Dalam sepekan terakhir, tim bimbingan ibadah haji bersama para konsultan secara simultan mengadakan kegiatan bimbingan ibadah di beberapa sektor pemondokan jamaah haji. Dalam sehari setidaknya ada tiga jadwal bimbangan, pagi, setelah dhuhur, dan setelah magrib. Tim konsultan yang terdiri dari enam orang pakar itu disebar ke beberapa pemondokan untuk memberikan bimbingan secara terjadwal. Proses bimbingan ini akan terus berjalan mengingat ada lebih dari 100 pemondokan jamaah haji Indonesia di Mekkah.
Oleh Gusti NC Aryani
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2016