Teman-teman saya bilang, mudah-mudahan kamu berubah dari sana."

Makkah (ANTARA News) - Sosoknya tampak menonjol di antara kerumunan jamaah haji Indonesia yang mayoritas berusia lanjut. Rambut ikal yang dipotong pendek, sepasang mata besar dan raut wajah yang masih menyisakan rona kekanakan.

Andi Rahmat, pemuda kelahiran Makassar 1998 itu memang belum bisa meninggalkan aura bocah dari dalam dirinya, sekalipun usia sudah jelang dewasa.

Remaja yang tergabung dalam kelompok terbang (kloter) 7 Embarkasi Makassar ini adalah anomali tak hanya dalam kloternya yang mayoritas jamaahnya berasal dari Maluku Utara, namun bagi jamaah haji Indonesia secara keseluruhan.

Di Indonesia harus diakui tak banyak anak muda atau orang tua yang merasa anaknya perlu naik haji dini. Hal itu diperparah oleh antrian yang makin panjang menyebabkan mayoritas jamaah adalah lanjut usia.

Andi sendiri mengaku mendaftar haji pada 2011 saat antrean di Halmahera Utara belum sepanjang sekarang.

"Naik haji karena dibiayai orang tua. Karena orang tua sudah janji waktu masih kecil untuk memberangkatkan Andi berhaji," ujarnya saat ditemui tim Media Center Haji (MCH) Daerah Kerja Makkah di Pemondokan 102 Mahbas Jin, Mekkah.

Dengan mengenakan kain ihram, remaja kelahiran Makassar yang besar di Halmahera Utara itu tampak malu-malu menjawab pertanyaan media.

Sesekali ia menengok ke arah ustad yang menjadi pendampingnya seakan meminta persetujuan tentang jawaban yang harus diberikan.

Ditemui di koridor lantai 11 Hotel Safwat Al Bait 1, Andi bersama rombongannya baru saja tiba dari Madinah, setelah menyelesaikan ibadah Arbain atau shalat wajib 40 rakaat tanpa putus di Masjid Nabawi.

Meski berhaji karena dibiayai orang tua, namun Andi mengaku tidak akan melewatkan kesempatan itu untuk mengubah diri menjadi pribadi yang lebih baik.

"Teman-teman saya bilang, mudah-mudahan kamu berubah dari sana. Dan, saya memang mempunyai niat untuk berubah," ucapnya.

Komitmen Andi untuk menjadi lebih baik lagi mungkin akan menemukan momentumnya karena Andi akan berulang tahun ke-18 persis saat puncak haji, Wukuf di Arafah, 10 September.

Pada 10 September, Andi secara sah menurut hukum Indonesia menjadi seorang warga dewasa, bukan lagi anak-anak.

Sekalipun bahagia dengan kesempatan untuk berhaji di usia muda, ia mengaku jika dunianya tak jauh dari berpetualang dan besenang-senang bersama teman-temannya. Tapi Andi punya kiat tersendiri untuk tak larut dalam stigma remaja hura-hura.

"Sambil bergaul, menjalankan ibadah juga," katanya. Dan harapan untuk terkabulnya doa memang milik siapa saja, termasuk bocah-bocah Halmahera Utara teman-teman Andi.

Ia menimpali, "Banyak yang minta didoakan." Sambil tersipu ia mengaku salah seorang teman perempuannya menitip doa agar bisa lolos seleksi menjadi polisi wanita (polwan).

Saat ditanya lebih jauh apakah dia adalah teman khususnya, laiknya bocah seusianya Andi hanya makin tersipu dan mencoba menyembunyikan wajahnya yang memerah dengan menunduk.

Manasik haji

Bagi sejumlah jamaah pergi berhaji butuh banyak persiapan, terutama terkait manasik haji. Upaya untuk memahami tata cara berhaji bagi masyarakat awam terbilang cukup membutuhkan niat tersendiri.

Tapi, anak sulung dari empat bersaudara ini ternyata tidak memiliki persiapan khusus saat akan berangkat haji.

Ia hanya mengandalkan pengalaman berumrah pada 2014 sebagai wawasan dasar tentang apa yang harus dia lakukan saat beribadah haji.

"Saya pernah umrah pada tahun 2014, sekeluarga. Sudah tahu manasik haji," ungkapnya.

Tahun ini, Andi memang pergi berhaji seorang diri karena kedua orang tuanya telah berhaji. Tapi ia mengaku tak mengalami kesulitan untuk beradaptasi bersama anggota rombongannya.

Apalagi ada pembimbing ibadah di kloternya, yang dipanggilnya ustad. Ditanya soal makna haji, Andi menjawab kalau itu adalah untuk memenuhi panggilan Allah. Bocah yang masih merasa perlu untuk minta izin pada ustadnya sebelum bicara dengan media itu mengaku bahagia bisa kembali ke Mekkah.

"Pertama kali tiba, rasanya senang dan bahagia karena masih muda sudah mendapat kesempatan ke sini," tuturnya.

Ia mengaku tak sabar pergi menjalankan umrah wajib agar bisa melangitkan harapan semoga orang tuanya senantiasa diberi kesehatan, banyak rezeki, dan terhindar dari masalah.

Namun, Andi tentu saja harus berempati dengan rekan-reka satu kloternya, dengan memberi waktu para jamaah lanjut usia untuk beristirahat sebelum menjalankan ibadah umrah yang menguras tenaga.

"Sehabis Isya kata Pak Ustad," katanya saat ditanya kapan akan ke Masjidil Haram.

Jamaah muda

Pak ustad atau petugas Pembimbing Ibadah Haji Indonesia (TPIHI) UPG 07 Mahmud Zul Kirom M. Khoiruddin, mengaku tidak repot mendampingi Andi yang berangkat sendiri di usianya yang masih remaja.

Menurut dia, anak muda cenderung bisa mengikuti manasik dan kuat secara fisik. Mahmud justru mengkhawatirkan anggota rombongannya yang lanjut usia karena harus didampingi dengan ekstra pengawasan. Data memperlihatkan lebih 60 persen jamaah tahun ini adalah jamah lanjut usia.

"Kalau yang muda, dari sisi bimbingan manasik bisa mereka pahami. Dari sisi kemampuan fisik, mereka juga istitha'ah secara jasmani dan rahani sehingga lebih mudah untuk diarahkan," ujarnya.

Istithaah" dapat diartikan secara luas sebagai mampu. Bagi dirinya jamaah lanjut usia lebih berisiko sehingga menuntut pola pembinaah yang juga membutuhkan pengawasan ekstra.

"Tidak hanya pada masalah ibadah, tapi termasuk juga pengawasan tim kesehatan," ungkapnya.

Namun demikian, Mahmud mengaku kagum dengan semangat jamaah lanjut usia dalam berbadah. Menurut dia, hal itu dimungkinkan karena proses panjang yang harus mereka alami dalam mewujudkan cita-cita memenuhi panggilan Allah SWT, berhaji di Tanah Suci.

Panggilan Allah SWT adalah rahasia-Nya yang teragung, tua muda, kaya miskin memiliki kesempatan yang sama untuk memuliakanNYA di Baitullah.

Oleh Gusti NC Aryani
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2016