... Saya tidak pernah merasa sebagai Tionghoa atau China. Namun, bagaimana (bisa membuat) produk Indonesia menjadi raja di negeri sendiri, dan setelah itu menjadi raja di dunia...
Semarang (ANTARA News) - Ramdan Effendi atau lebih dikenal dengan nama Anton Medan, mengatakan, sebenarnya masyarakat keturunan Tionghoa turut berperan dalam perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia.

"Salah satunya, orang Tionghoa yang rumahnya di Rengasdengklok, Jawa Barat, menjadi tempat penyusunan naskah proklamasi. Namun, memang tidak banyak diekspos," katanya, di Semarang, Sabtu.


Peristiwa Rengasdengklok (dini hari 16 Agustus 1945) itu, Soekarno dan Mohammad Hatta "diculik" sekelompok pemuda progresif yang dipimpin Soekarni, Wikana, dan Chaerul Saleh, agar secepatnya memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.


Adalah seorang keturunan Tionghoa di Rengasdengklok, Djiauw Kie Siong, yang rumahnya dijadikan tempat Soekarno-Hatta "ditahan" kelompok Menteng 31 itu, berujung pada proklamasi kemerdekaan Indonesia.


Djiauw, menurut berbagai literatur, bukanlah seorang militan. Djiauw (1879-1964) seorang petani di Rengasdengklok, yang ikhlas rumahnya dijadikan tempat "perundingan" para tokoh Indonesia itu.


Dia berpesan pada anak keturunannya agar tidak meminta "balas budi" dari pihak manapun terkait peristiwa bersejarah di rumahnya itu, yang sampai kini masih dibiarkan sebagaimana aslinya pada saat Peristiwa Rengasdengklok itu terjadi.


Anton Medan, mantan penjahat kelas kakap yang kini telah insyaf itu menjelaskan masyarakat keturunan Tionghoa memang ditekan semasa pemerintahan Presiden Soeharto, termasuk dalam penamaan yang harus bernuansa nusantara.

Ia juga tidak sepakat dengan penyebutan "kalangan minoritas dan mayoritas" yang justru kerap menimbulkan diskriminasi, sebab semua warga negara Indonesia sama kedudukan, hak, dan kewajibannya.

Dalam diskusi itu, pria kelahiran Tebing Tinggi, Sumatera Utara, 10 Oktober 1957, itu juga menceritakan sejarah masa lalunya yang "hitam" sampai kemudian memutuskan bertobat.

Pemilik Marimas Group, Haryanto Halim, yang juga pembicara membenarkan banyak tokoh keturunan Tionghoa yang berperan dalam perjuangan kemerdekaan, namun selama ini tidak banyak diketahui dalam sejarah.

"Banyak Tionghoa yang kiprahnya besar dan memberikan yang terbaik untuk bangsa Indonesia. Bagaimana mereka mencintai bangsanya," katanya. Dia juga menyitir peristiwa bersejarah di Rengasdengkok, Karawang, Jawa Barat, pada

Hadir pula dalam diskusi itu, Presiden Komisaris Dafam Group, Soleh Dahlan, pendiri batikmal.com, Ariyani Matius Maun, perempuan aktivis dan anak Dewi Susilo Budiharjo, dan diaspora Indonesia, Lian Guow.

Mereka sama-sama menyepakati bahwa nasionalisme masyarakat keturunan Tionghoa sudah tidak perlu diragukan lagi dengan kiprah dan peranan dalam membangun Indonesia yang lebih baik ke depan.

"Saya tidak pernah merasa sebagai Tionghoa atau China. Namun, bagaimana (bisa membuat) produk Indonesia menjadi raja di negeri sendiri, dan setelah itu menjadi raja di dunia," kata Maun.

Pewarta: haerul
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2016