Jakarta (ANTARA News) - Operator seluler PT XL Axiata Tbk mengharapkan Kementerian Kominfo segera mengimplementasikan penurunan tarif interkoneksi dari Rp250 menjadi Rp204 per menit yang mulai berlaku 1 September 2016.
"Kami berharap Surat Edaran (SE) dari Kemenkominfo mengenai penurunan tarif interkoneksi itu bisa ditetapkan menjadi Peraturan Menteri (PM) yang diberlakukan sesuai jadwal yakni mulai 1 September 2016," kata Presiden Direktur XL Axiata Dian Siswarini, di Jakarta, Jumat.
Menurut Dian, implementasi kebijakan penurunan tarif interkoneksi dan berbagi infrastruktur tersebut untuk terciptanya industri telekomunikasi yang lebih efisien.
Sebelumnya, pada Kamis (25/8), Komisi I DPR-RI menggelar Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan operator XL Axiata, Telkom, Telkomsel, Indosat Ooredoo, SmartFren dan Tri.
Dalam RDPU tersebut masing-masing operator memberikan tanggapan terkait dengan penurunan interkoneksi (18 item dengan rata-rata penurunan 26 persen) dimana tarif percakapan dari Rp250 per menit menjadi Rp204 per menit.
Untuk itu Komisi I dalam kesempatan tersebut meminta sejumlah dokumen terkait lisensi modern masing-masing operator untuk dikaji sejauh mana komitmen pembangunannya.
Menurut Dian, biaya interkoneksi yang tinggi di Indonesia menyebabkan trafik komunikasi antar operator menjadi rendah.
"Ini sebenarnya masih jauh di bawah harapan XL, tetapi kami tak masalah ditetapkan pada 1 September mendatang untuk kepastian menjalankan roda bisnis," ujar Dian.
Ia menyadari bahwa penetapan biaya interkoneksi tak bisa lihat sisi teknis saja, ekonomis juga harus dilihat. "Terlalu tinggi merugikan, terlalu rendah tak menarik bagi investasi," jelasnya.
Sementara itu, analis teknologi informasi dan komunikasi (ICT) Ibrahim Kholilul Rohman mengatakan operator telekomunikasi dinilai tidak perlu khawatir kehilangan pendapatan setelah pemerintah menerapkan penurunan biaya interkoneksi.
"Penurunan tarif interkoneksi pada dasarnya tak serta merta mengurangi pendapatan operator selular, namun bisa lebih menguntungkan dalam jangka panjang," katanya.
Menurut Ibrahim yang juga doktor lulusan Chalmers University of Technology, Swedia ini dalam jangka panjang menguntungkan operator sejalan dengan pasar seluler Indonesia elastis dan banyak pengguna yang masih sensitif soal harga, sehingga penurunan biaya akan mendorong penggunaan telepon.
"Ini berdasarkan penghitungan, setiap penurunan tarif 1 persen, bisa menambah kenaikan jumlah penggunaan telekomunikasi (net usage) hingga 40 persen," katanya.
(R017)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2016