Surabaya (ANTARA News) - Gubernur Jatim Imam Utomo menyatakan, uang ganti rugi cash and carry kawasan terdampak lumpur Lapindo yang dibuat 22 maret 2007 lalu tidak bisa dibayarkan secara langsung, namun diangsur. "Kalau minta dibayar langsung ndak mungkin. Sesuai aturan, duite sopo sakmono akehe iku (uangnya siapa sebanyak itu), warga kan sudah dapat uang kontrak," kata Imam Utomo ketika dikonfirmasi di Gedung Grahadi Surabaya, Kamis. Warga korban lumpur dari Perum TAS (Tanggulangin Anggun Sejahtera) I mengharapkan uang ganti rugi bisa diberikan secara langsung, sehingga mereka bisa bebas membeli rumah. Imam Utomo mengemukakan, warga Perum TAS sudah mendapatkan uang kontrak --dua tahun Rp5 juta/KK--, sehingga uang tunainya baru diberikan satu bulan sebelum kontraknya selesai. Ia menjelaskan, berdasarkan pertemuan Jakarta, Presiden menekankan dua hal yang harus didahulukan dalam penanganan lumpur, yakni pembayaran ganti rugi dan pembuatan kanal. "Dua hal itu didahulukan dan mendapat prioritas utama, pembuatan kanal tugasnya Menteri Pekerjaan Umum. Pembayaran ganti rugi pascaledakan pipa gas Pertamina, 22 Nopember 2006 disesuaikan dengan peta per 22 Maret, yang sudah ditandatangani Menteri ESDM, Pansus dan Bupati," paparnya. Proses pembayaran cash and carry seperti jual beli ganti rugi tanah dan rumah yang masuk dalam peta kawasan terdampak lumpur 4 Desember 2006 lalu. "Seperti yang dulu, nanti dicek dulu, diverifikasi baru kemudian diberikan," ujarnya, menegaskan. Sementara itu, puluhan aparat kepolisian dari Polda dan Polresta Surabaya Selatan pada pukul 12.00 WIB nampak bersiapa di depan Gedung Grahadi, sehubungan rencana unjuk rasa warga Perum TAS, guna meminta kesepakatan cash and carry secara tertulis. Konvoi warga korban lumpur dari Pengungsian Pasar Baru Porong (PBP) hingga Grahadi sekitar 35 km, memacetkan arus lalin dilalui. Pasalnya, peserta konvoi di beberapa ruas jalan tertentu berjalan kaki menuntun sepeda motornya.(*)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2007